Rabu, 16 Desember 2015

Luka dan Cahaya

Entah berapa banyak lagi aku akan membuat luka pada jasmani titipan ini. Sesuatu yang hanya dalam pikiranku tiba-tiba mengalir dalam kenyataan, seiring aku terus tumbuh, seiring waktu menenggelamkan cahaya, selama itu pula aku bertanya dan berguman apa yang sebenarnya aku inginkan. Setiap titik yang ku pandang hanya menyimpan tanda tanya entah bagaimana aku harus menjawabnya. Terenyum? Menangis? Entahlah... Tersenyum dan mencari kesenangan dengan meniru tingkah dan laku seorang anak kecil disaat usiaku mulai beranjak adalah yang dipandang kekanak-kanakan dan sengaja dibuat-buat. Ya begitulah adanya, remaja yang berusaha membuat sesuatu yang menyenangkan untuk dirinya sendiri meskipun ia tahu itu hanyalah olokan bagi mereka yang mempunyai ketertarikan untuk mengacaukan kehidupan orang lain. Yah sesuatu yang menarik bagi mereka! Tapi bagiku sesuatu yang menarik hanyalah sebuah ilusi yang tak dapat ku gapai seutuhnya, sesuatu yang hanya bayang-bayang tuk luruhkan sedikit sepiku. Berfikir bagaimana aku telah hidup dan bagaimana aku akan hidup adalah hal yang selalu membuatku tertarik mengetahuinya meskipun hal itu sedikit menghantui pikiranku. Mereka yang berkata santai dan aku yang merasa dan selalu berfikir tanpa bertindak. Mungkin itulah caraku "menimbang" dan kadang aku lupa menentukan kapan pikiran itu akan dieksekusi. Entah bagaimana aku bisa menyebutnya apa itu malas atau lamban. Terkadang sesuatu yang  aku lakukan bukanlah untuk diriku sendiri, tetapi orang lain yang membuat aku melakukannya. Apakah itu yang disebut membantu? Mungkinkah aku bisa menyebutnya diperbantukan atau  pemanfaatan seseorang? Atau mungkin hal klasik yang disebut pengabdian? Entahlah, terlalu banyak istilah untuk sesuatu yang dilakukan pada orang lain. Tetapi bergerak mematung dan kadang berberat hati mengikuti akal orang lain yang sebenarnya aku benci disebut apakah itu? Kemudian berapa banyak orang yang berpura-pura menerima kemudian merencanakan sesuatu untukku dan mengubah apa yang ku cetuskan sebelumnya. Itu terlalu banyak jika aku ingin menghitungnya dan hanya akan membuatku tertawa terbelalak mengingat hal yang menggelikan itu. Aku sudah kebal dengan hal-hal seperti penghianatan, kekecewaan, kebohongan, pemanfaatan dan apapun istilahnya yang akhirnya membuatku seperti sekarang, orang dengan kepribadian dingin, kepala batu (ah mungkin kepala emas lebih baik.. haha) dan menjadi orang yang tak bisa memaafkan dan mempercayai siapapun. Seperti pencampuran warna yang akhirnya berlabuh pada warna yang gelap, begitulah hal-hal selalu terjadi. Entah gelap untuk keabadian, kesedihan, tanpa cahaya ataupun suatu kekuatan semuanya tak bisa dibedakan hanya dengan melihatnya (mungkin lebih tepat ruang tanpa cahaya dengan kekuatan yang mendatangkan kesedihan yang abadi.. sadis) Setiap hal yang terungkap setidaknya mengandung salah satu dari kebohongan, penghianatan, kekecewaan ataupun pemanfaatan yang membuat salah seorang dari mereka terluka dan membuat luka begitu banyak. Luka tanpa permintaan maaf dan tanpa penghargaan untuk orang itu. Luka yang menginginkan cahaya dan kehangatan bersama untuk pulih bukan luka yang ingin menjadi lelucon yang MENGHIBUR untuk orang-orang yang mengaku TEMAN. Berhentilah pura-pura mengerti dan menghibur jika kamu lebih terhibur dari yang kamu dengar dan berhentilah untuk menjadi tahu hanya untuk kesenanganmu sendiri.

Senin, 07 Desember 2015

Lirik Lagu Kasih Terindah - Aron Ashab

Kau datang di hidupku saat aku lemah
Kau membuat hidupku kembali berharap
Kau berbeda dari yang tlah lalu
Kau terindah di dalam hidupku

Cintai ku slamanya
Jangan pernah berhenti
Aku butuh dirimu
Disini bersamaku

Hidup terasa mudah
saatku bersamamu
Aku butuh dirimu
kasih terindahku

Ka..aa..aau..uuu Kasih terindahku
Ka..aa..aau..uuu Kasih terindahku
Kau berbeda dari yang tlah lalu
Kau terindah di dalam hidupku

Cintai ku slamanya jangan pernah berhenti
Aku butuh dirimu disini bersamaku
Hidup terasa mudah saatku bersamamu
Aku butuh dirimu kasih terindahku

Ka..aa..aau..uuu Kasih terindahku
Ka..aa..aau..uuu Kasih terindahku

Cintai ku slamanya (cintai kuslamanya)
Jangan pernah berhenti
Aku butuh dirimu (dirimu) 
disini bersamaku
Hidup terasa mudah (hidupku terasa mudah)
Oooooooo... (saatku bersamamu)
Aku butuh dirimu kasih terindahku

Ka..aa..aau..uuu Kasih terindahku
Ooooo....Kasih terindahku

Sabtu, 21 November 2015

Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21

 PAJAK PENGHASILAN (PPH) PASAL 21

1.      Pengertian PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak orang pribadi dalam negeri.
2.      Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Wajib Pajak PPh Pasal 21)
Wajib pajak yang dipotong PPh pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 adalah orang pribadi yang merupakan :
a.         Pegawai.
b.         Penerima uang pesangon, pensiun atau uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua termasuk ahli warisnya.
c.         Bukan pegawai yang menerima atau memperoleh penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan.
3.      Tidak Termasuk Subjek Pajak PPh Pasal 21 (Bukan Wajib Pajak PPh Pasal 21).
a.         Pejabat perwakilan diplomatic dan konsulat atau pejabat lain dari Negara asing dan orang – orang yang diperbantukan kepada mereka yang bekerja pa da dan bertempat tinggal bersama mereka, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan lain di luar jabatan atau pekerjaannya tersebut, serta Negara yang bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik.
b.         Pejabat perwakilan organisasi internasional dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) huruf c Undang-Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dengan syarat bukan warga Negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha atau kegiatan atau pekerjaan lain untuk memperoleh penghasilan dari Indonesia.
4.      Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 (Objek Pajak PPh Pasal 21)
a.         Penghasilan yang diterima atau diperoleh Pegawai tetap, baik berupa penghasilan yang bersifat teratur maupun tidak teratur;
b.         Penghasilan yang diterima atau diperoleh Penerima paensiun secara teratur berupa uang pensiun atau penghasilan sejenisnya;
c.         Penghasilan sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja dan penghasilan sehubungan dengan pensiun yang diterima secara sekaligus berupa uang pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua atau jaminan hari tua dan pembayaran lain jenis;
d.        Penghasilan pegawai tidak tetap atau tenaga kerja lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
e.         Imbalan kepada bukan pegawai, antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan;
f.          Imbalan kepada peserta kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat, honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan imbalan sejenis dengan nama apapun;
g.         Penerimaan dalam bentuk antara dan/atau kenikmatan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh :
-          Bukan Wajib Pajak;
-          Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final; atau
-          Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan norma penghitungan khusus (deemed profit).
5.      Penghasilan Yang Tidak Dipotong PPh Pasa 21 (Bukan Objek PPh Pasal 21 menurut KEP - 545/PJ./2000)
a.         Pembayaran klaim asuransi dari perusahaan asuransi, baik asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, maupun asuransi beasiswa.
b.         Imbalan dalam bentuk natura, kecuali : yang diberikan oleh bukan subyek pajak, diberikan di daerah terpencil, atau diberikan oleh pemerintah.
c.         Iuran pensiun yang dibayar pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran taspen yang dibayar pemberi kerja kepada Badan Penyelenggara Taspen, iuran THT/tunjangan hari tua yang dibayar pemberi kerja kepada dana pensiun, iuran jamsostek yang dibayar pemberi kerja kepada Badan Penyelenggara Jamsostek. (pengenaan pajaknya akan dilakukan pada saat penerimaan uang pensiun atau tunjangan hari tua).
d.        Kenikmatan berupa pajak yang ditanggung oleh pemberi kerja
e.         Penerimaan dalam bentuk natura dan kenikmatan lainnya dengan nama apapun yang diberikan oleh Pemerintah.
f.          Zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah.
6.      Penghasilan yang PPh pasal 21-nya Ditanggung Pemerintah
a.         PPh yang terutang atas penghasilan teratur atau gaji yang diterima oleh Pegawai Negeri Sipil.
b.         PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh karyawan asing yang bekerja pada kontraktor ,konsultan, dan pemasok utama atas penghasilan yang diterima atau diperoleh karena pekerjaan yang dilakukan dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah.
c.         PPh atas penghasilan pekerja pada kategori usaha tertentu.
7.      Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21
Pemotong PPh pasal 21 adalah setiap orang pribadi atau badan yang diwajibkan oleh UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 17 tahun 2000 dan terakhir UU No 36 tahun 2008 untuk memotong PPh Pasal 21. Termasuk pemotong PPh Pasal 21 dalam peraturan Menteri Keuangan No. 252/KMK.03/2008 adalah :
a.         Pemberi kerja yang terdiri dari orang pribadi dan badan, baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.
b.         Bendahara atau pemegang kas pemerintah termasuk bendahara atau pemegang kas yang membayarkan gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa dan kegiatan.
c.         Dana pensiun, badan penyelenggara jaminan social tenaga kerja dan badan – badan lain yang membayar uang pensiun dan tunjangan hari tua atau jaminan hari tua.
d.        Orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas serta badan yang membayar:
-          Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan jasa dan atau kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak dalam negeri, termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas dan bertindak untuk dan atas namanya sendiri, bukan untuk dan atas nama persekutuannya.
-          Honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan dengan kegiatan dan jasa yang dilakukan oleh orang pribadi dengan status subjek pajak luar negeri.
-          Honorarium atau imbalan lain kepada peserta pendidikan, pelatihan dan magang.
-          Penyelenggara kegiatan, termasuk badan pemerintah, organisasi yang bersifat nasional dan internasional, perkumpulan, orang pribadi, serta lembaga lainnya yang menyelenggarakan kegiatan, yang membayar honorarium, hadiah atau penghargaan dalam bentuk apapun kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri berkenaan dengan suatu kegiatan.
Tidak termasuk sebagai pemberi kerja yang mempunyai kewajiban untuk melakukan pemotongan pajak adalah :
a.         Kantor Perwakilan Negara Asing.
b.         Organisasi – organisasi internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf c Undang – Undang Pajak Penghasilan, yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
c.         Pemberi kerja orang pribadi yang tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas yang semata – mata mempekerjakan orang pribadi untuk melakukan pekerjaan rumah tangga atau pekerjaan bukan dalam rangka melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.
d.        Dalam hal organisasi internasional tidak memenuhi kebutuhan tersebut,organisasi internasional dimaksud merupakan pemberi kerja yang berkewajiban melakukan pemotongan pajak.
8.      Hak dan Kewajiban Wajib Pajak PPh Pasal 21
Kewajiban Wajib Pajak PPH Pasal 21 :
a.       Kewajiban Mendaftarkan diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke KPP atau KP2KP yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Disamping melalui KPP atau KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-registration (e-reg), yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Bagi Wajib Pajak yang telah memiliki NPWP, wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) oleh KPP atau KP2KP apabila telah memenuhi persyaratan tertentu. Syarat untuk dikukuhkan sebagai PKP adalah pengusaha orang pribadi atau badan tersebut melakukan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak dengan jumlah peredaran bruto/penerimaan bruto (omzet) melebihi Rp. 4.800.000.000,- setahun. Wajib Pajak yang tidak memenuhi persyaratan tersebut, dapat juga melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Bagi pengusaha yang telah diukuhkan sebagai PKP, diwajibkan untuk memungut PPN dari setiap pembeli/pemakai jasanya dengan menerbitkan faktur pajak. PPN yang sudah dipungut, kemudian dilaporkan dalam laporan bulanan (SPT Masa) dan apabila ternyata ada PPN yang harus disetor ke bank atau kantor pos, maka harus disetor terlebih dahulu sebelum dilaporkan ke ke KPP tempat Wajib Pajak tersebut terdaftar. KPP atau KP2KP akan melakukan penelitian mengenai keberadaan dan kegiatan usaha di tempat usaha Wajib Pajak yang telah dikukuhkan sebagai PKP tersebut.
b.      Kewajiban pembayaran, pemotongan/pemungutan dan pelaporan pajak.
Wajib Pajak (orang pribadi atau badan) dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya harus sesuai dengan sistem self assessment, yaitu wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.
c.       Kewajiban dalam hal diperiksa
Untuk menguji kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan terhadap Wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak. Kewajiban Wajib Pajak yang diperiksa adalah :
-          Memenuhi panggilan untuk datang menghadiri Pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
-          Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang Menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelolah secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas Wajib Pajak, atau objek yang terutang pajak. Khusus untuk Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelolah secara elektronik.
-          Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan.
-          Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan.
-          Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh Akuntan Publik khususnya untuk jenis Pemeriksaan Kantor.
-          Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.
d.      Kewajiban memberi data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain, wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktorat Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur pada Pasal 35A UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Sebagaimana Telah Diubah Dengan UU Nomor 16 Tahun 2009.
Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan sistem self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha, peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transaksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar Direktorat Jenderal Pajak.
Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak  Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).
Hak Wajib Pajak PPh Pasal 21 ;
a.       Hak atas kelebihan membayar pajak
Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.
Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan. Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
-          Melalui Surat Pemberitahuan (SPT)
-          Dengan mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Apabila Direktorat Jenderal Pajak terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
b.       Hak dalam hal wajib pajak dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan
Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan dengan tujuan menguji kepatuhan Wajib Pajak dan tujuan lain yang ditetapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Dalam hal dilakukan pemeriksaan, Wajib Pajak berhak :
-          Meminta Surat Perintah Pemeriksaan
-          Melihat Tanda Pengenal Pemeriksa
-          Mendapat penjelasan mengenai maksud dan tujuan pemeriksaan
-          Meminta rincian perbedaan antara hasil pemeriksaan dan SPT
-          Untuk hadir dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan dalam batas waktu yang ditentukan.
Berdasarkan ruang lingkupnya jenis-jenis pemeriksaan sebagaimana disebutkan di atas dapat dibedakan menjadi pemeriksaan lapangan dan pemeriksaan kantor. Pemeriksaan Kantor dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) bulan dan dapat diperpanjang menjadi 6 (enam) bulan yang dihitung sejak tanggal Wajib Pajak datang memenuhi surat panggilan dalam rangka Pemeriksaan Kantor sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan. Pemeriksaan Lapangan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) bulan dan dapat diperpanjang menjadi paling lama 8 (delapan) bulan yang dihitung sejak tanggal Surat perintah Pemeriksaan sampai dengan tanggal Laporan Hasil Pemeriksaan.
c.       Hak untuk mengajukan keberatan, banding dan peninjauan kembali
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bunga, dan kenaikan.
d.      Hak Kerahasiaan Bagi Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan. Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
-          Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
-          Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
-          Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
e.       Hak Untuk Pengangsuran atau Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
f.       Hak Untuk Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Orang Pribadi.
g.      Hak Untuk Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
h.      Hak Untuk Pengurangan PBB (Pajak Bumi dan Bangunan)
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang. Khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBB P2) yang sudah dialihkan ke Pemerintah Daerah (Kota/Kabupaten), pengurusan untuk pengurangan PBB tidak lagi di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tetapi di Kantor Dinas Pendapatan Kota/kabupaten setempat.
i.        Hak Untuk Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu wajib pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/pemungutan Pajak Penghasilan.
j.        Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
k.      Hak Untuk Mendapatkan Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
l.        Hak Untuk Mendapatkan Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI yang diimpor maupun yang penyerahannya di dalam daerah pabean oleh Wajib Pajak tertentu. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
9.      Hak dan Kewajiban Pemotong Pajak PPh Pasal 21.
a.       Pemotong pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran PPh 21 dalam satu bulan takwin dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
b.      Pemotong Pajak berhak untuk memperhitungkan kelebihan setoran pada SPT Tahunan dengan PPh 21 yang terutang untuk bulan pada waktu dilakukan perhitungan tahunan dan jika masih ada sisa kelebihan, maka diperhitungkan untuk bulan-bulan lainnya dalam tahun berikutnya.
c.       Pemotong pajak berhak membetulkan sendiri SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu 2 tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak atau Tahun Pajak, dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan.
d.      Pemotong Pajak berhak untuk mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak atas suatu Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, Surat Ketetapan Pajak Nihil Kurang Bayar.
e.       Pemotong Pajak berhak mengajukan permononan banding secara tertulis dalam dengan alasan yang jelas kepada badan peradilan pajak terhadap keputusan mengenai keberatannya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Permohonan banding ini dilakukan dalam jangka waktu 3 bulan sejak keputusan diterima, dilampiri dengan salinan surat keputusan tersebut.
f.       Pemotong pajak dapat mengajukan permohonan untuk mengajukan permohonan untuk memperpanjang jangka waktu penyampaian SPT Tahunan Pasal 21. Permohonan diajukan secara tertulis selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara PPh 21 yang terutang dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran PPh 21 yang terutang untuk tahun takwin yang bersangkutan.
g.      Setiap pemotong pajak wajib mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Kewajiban sebagai pemotong pajak berlaku juga terhadap organisasi internasional yang tidak dikecualikan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan.
h.      Pemotong pajak mengambil sendiri formulir-formulir yang diperlukan dalam rangka pemenuhan kewajiban perpajakannya pada Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat.
i.        Pemotong pajak wajib menghitung, memotong, dan menyetorkan PPh 21 yang terutang untuk setiap bulan takwim. Penyetoran pajak dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke Kantor Pos atau Bank Badan Usaha Milik Negara atau Bank Badan Usaha Milik Daerah, atau Bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran, selambat-lambatnya tanggal 10 bulan takwim berikutnya.
j.        Pemotong pajak wajib melaporkan penyetoran tersebut sekalipun nihil dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa ke Kantor Pelayanan Pajak atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat, selambat-lambatnya pada tanggal 20 bulan takwim berikutnya. Apabila dalam satu bulan takwim terjadi kelebihan penyetoran PPh 21, maka kelebihan tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh 21 yang terutang pada bulan berikutnya dalam tahun takwim yang bersangkutan.
k.      Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 baik diminta maupun tidak pada saat dilakukannya pemotongan pajak kepada orang pribadi bukan sebagai pegawai tetap, penerimaan uang tembusan pensiun, penerimaan Jaminan Hari Tua, penerima uang pesangon, dan penerima dana pensiun.
l.        Pemotong pajak wajib memberikan Bukti Pemotongan PPh 21 Tahunan kepada pegawai tetap, termasuk penerima pensiun bulanan, dengan menggunakan formulir yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir. Apabila pegawai tetap berhenti bekerja atau pensiun pada bagian tahun takwim, maka bukti pemotongan diberikan oleh pemberi pekerja selambat-lambatnya 1 bulan setelah pegawai yang bersangkutan berhenti bekerja atau pensiun.
m.    Dalam waktu 2 bulan setelah tahun takwim berakhir, pemotong pajak berkewajiban menghitung kembali jumlah PPh 21 yang terutang oleh pegawai tetap dan penerimaan pensiun bulanan menurut tarif yang berlaku.
n.      Setiap pemotong pajak wajib mengisi, menandatangani dan menyampaikan SPT Tahunan PPh 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat pemotong pajak terdaftar atau Kantor Penyuluhan Pajak setempat. Surat Pemberitahuan Tahun PPh 21 harus disampaikan selambat-lambatnya tanggal 31 Maret tahun takwim berikutnya. Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pemotong pajak yang tahun pajak atau tahun bukunya tidak sama dengan tahun takwim.
o.      Pemotong pajak wajib menyetor kekurangan PPh 21 yang berutang apabila jumlah PPh 21 yang terutang dalam suatu tahun takwim lebih besar daripada PPh 21 yang telah disetor. Penyetoran tersebut harus dilakukan sebelum penyampaian SPT Tahunan PPh 21 selambat-lambatnya pada tanggal 25 Maret tahun takwim berikutnya.
p.      Pemotong pajak wajib melampiri SPT Tahunan PPh 21 dengan lampiran-lampiran yang ditentukan dalam Petunjuk Pengisian SPT Tahunan PPh 21 untuk Tahun Pajak yang bersangkutan
10.  Penghasilan Yang Dipotong PPh Pasal 21 Final
a.       Penghasilan dari transaksi penjualan saham di bursa efek
b.      Penghasilan atas bunga deposito dan tabungan
c.       Penghasilan dari hadiah atas undian
d.      Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau Bangunan.
e.       Penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan.
f.       Penghasilan atas bunga atau diskonto obligasi yang diperdagangkan dibursa efek
g.      Penghasilan atas jasa konstruksi
h.      Penghasilan atas perusahaan pelayaran dalam negeri
i.        Penghasilan atas perusahaan pelayaran/penerbangan luar negeri.
j.        Penghasilan BUT perwakilan dagang asing di Indonesia
k.      Penghasilan atas selisih lebih revaluasi aktiva tetap
l.        Penghasilan atas penjualan hasil produksi pertamina
m.    Penghasilan atas bunga simpanan anggota koperasi
n.      Penghasilan perusahaan modal ventura dari transaksi penjualan saham atau pengalihan penyertaan modal pada perusahaan pasangan usaha.
o.      Penghasilan atas diskonto surat perbendaharaan negara
p.      Penghasilan atas transaksi derivatif berupa kontrak berjangka yang diperdagangkan di bursa.
q.      Penghasilan atas deviden yang diterima oleh Orang Pribadi dalam negeri.

11.  Perhitungan PPh Pasal 21
PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Pemotong Pajak secara umum diformulasikan sebagai  berikut :
1)        Tarif PPh Pasal 21
Beberapa tarif berikut ini digunakan sebagai dasar menghitung PPh Pasal 21 :
a.    Tarif  Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dengan ketentuan sebagai berikut :
Lapisan Penghasilan Kena Pajak 
Tarif Pajak
-           s/d Rp50.000.000,00                                                             5%
-          Rp50.000.000,00 s/d Rp250.000.000,00                                15%
-          Rp250.000.000,00 s/d Rp500.000.000,00                              25%
-          Rp500.000.000,00                                                                  30%
b.    Tarif 5% (lima persen)
c.    Tarif 15% (lima belas persen)
d.   Tarif khusus
Tarif Pajak Penghasilan Pasal 21 yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) menjadi lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tariff yang ditetapkan terhadap wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP.
Contoh :
Penghasilan Kena Pajak sebesar Rp75.000.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong bagi Wajib Pajak yang memiliki NPWP adalah :
5% x Rp50.000.000,00                             Rp 2.500.000,00
15% x Rp25.000.000,00                           Rp 3.750.000,00 (+)
Jumlah                                                       Rp 6.250.000,00
Pajak Penghasilan yang harus dipotong jika Wajib Pajak tidak memiliki NPWP adalah :
5% x 120% x Rp50.000.000,00                         Rp 3.000.000,00
15% x 120% x Rp25.000.000,00                       Rp 4.500.000,00 (+)
Jumlah                                                                Rp 7.500.000,00

12.  Dasar Pengenaan PPh Pasal 21
Dasar pengenaan dan pemotongan PPh Pasal 21 ditentukan sebagai berikut :
1)        Penghasilan Kena Pajak, yang berlaku bagi :
a.    Pegawai Tetap,
b.    Penerima pensiun berskala,
c.    Pegawai tidak tetap yang penghasilannya dibayar secara bulanan atau jumlah kumulatif penghasilan yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender telah melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
d.   Bukan pegawai selain tenaga ahli, yang menerima imbalan yang bersifat berkesinambungan
2)        Jumlah penghasilan yang melebihi Rp150.000,00 (seratus lima puluh ribu rupiah) sehari, yang berlaku bagi pegawai tidak tetap yang menerima upah harian, upah mingguan, upah satuan atau upah borongan, sepanjang penghasilan kumulatif yang diterima dalam 1 (satu) bulan kalender belum melebihi Rp1.320.000,00 (satu juta tiga ratus dua puluh ribu rupiah)
3)        50% (lima puluh persen) dari jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
4)        Jumlah penghasilan bruto, yang berlaku bagi penerima penghasilan selain penerima peghasilan nomor 1, 2, dan 3.