Sabtu, 18 April 2015

Tulisan Cerpen

GEJOLAK ASMARA
Karya : Desy Widhi Utami
Ketika sang surya kembali menuju peraduannya, begitu ku rasa rindu ini menjelma dalam keheningan malam. Detak jarum jam seolah menghitung detik kerinduan yang tak pernah terhenti. Bintang berkelip pancarkan gemerlap cahaya mengisi sudut di kegelapan malam. Seperti biasa dalam kekosongan ku tatap rembulan, kupejamkan mata dan biarkan dingin malam merasuk menyelimuti kalbu. Hal yang ku senangi sembari melepas lara yang kerap menyinggahi hatiku sesaat setelah kepergian seseorang yang sangat berarti dalam hidupku. Seseorang yang menjadi tonggak ketika ku hilang arah, seseorang yang menerangi jiwa ketika cahayaku mulai meredup.  Ratam begitulah orang-orang memanggilnya, pemuda berusia 19 tahun yang sangat mencintai kerawitan.
***
Cerita ini dimulai pertengahan tahun 2013 ketika aku mulai mengenyam pendidikan di bangku SMK, tepat tanggal 30 Juli 2013. Ketika aku sedang asyik mengutak-atik jejaring sosial facebookku, tak disangka-sangka datang untaian kalimat sederhana dari bocah seperjuanganku dulu. Seorang bocah yang terkenal jahil dan menjengkelkan waktu kecil, dia adalah teman sepermainanku di sanggar tari ketika aku masih duduk di kelas 3 SD. Ya dia adalah Ratam, pemuda yang kini telah beranjak dewasa. Dia mengirimkan sebuah pesan yang mengundang rasa penasaranku.
“Hhhmmm…”
“Kenapa??”
“Gak kenapa, gak boleh  ya? hehe” sahutnya…
“Oh boleh kok!”
Begitu percakapan awal kami dimulai, karena dendamku terdahulu. Lebih-lebih karena ibuku menganggap ia bukanlah pemuda yang baik membuat aku bersikap judes kepadanya. Hal ini membuat ia sedikit jengkel, hingga ia menyelaku.
“Judes banget kamu De…”
“Siapa yang judes? Gak usah sensi gitu kali Kak”
“….
Namaku Dera, dan aku memanggil Ratam dengan sebutan kakak karena ia lebih tua dariku. Aku tahu betul bagaimana perasaannya bila ada seseorang yang membuatnya jengkel, hal ini membuat hatiku tertawa geli membayangkan raut wajahnya membaca pesan yang ku kirim waktu itu. Dan ini adalah komunikasi pertama kami setelah dia berhenti sanggar tari.  Hingga akhirnya Ratam berusaha mengalihkan topik pembicaraannya.
“Nggak kok, mana mungkin kakak sensi sama kamu dadong kecilku”
“Hahaha… Masih ingat  juga sama dadong ya”
Aku terkesan membaca pesan Ratam ini, ternyata setelah sekian lama berpisah dan tak saling menyapa Ratam masih ingat panggilan ia semasa kecil untukku. “Dadong” adalah panggilan khasnya, percakapan ini kembali membawaku dalam bayang-bayang masa kecil penuh kegembiraan bersamanya. Ia adalah teman sejawat yang senang menjahiliku dan sering kali membuatku menangis di sela-sela latihan tari, walaupun begitu aku sangat senang bermain bersamanya. Percakapan terus berlanjut menanyakan kehiduan pribadi masing-masing, saling sharing hingga akhirnya kami bertukar nomor kontak agar lebih mudah berkomunikasi.
***
        Sejak saat itu, kami mulai menjalin komunikasi yang baik. Kami mulai mengenal satu sama lain dan Ratam mulai megirim sinyal bahwa ia menyukaiku. Aku menyambut positif sinyal tersebut, karena aku juga merasa nyaman bersamanya, walaupun sebenarnya aku sudah lama memendam rasa pada seseorang yang tak lain adalah sahabat karibnya bernama Kara.  Akan tetapi Kara sendiri telah memiliki kekasih hati dan aku tak mau merusak hubungan itu. Ku putuskan untuk menjauh dari Kara, tuk mencari peraduan hati yang lain. Dan saat yang bersamaan Ratam hadir mengisi hari-hariku, mengukir senyum indah dan kembalikan suasana cerah hatiku. Hingga tepat di tanggal 29 Agustus 2013, Ratam mengutarakan maksudnya, ia menginginkan hubungan kami tak lebih dari sekedar teman kecil. Aku mengerti maksudnya, dan aku sudah memikirkan matang-matang hal itu. Kesempatan ini ku ambil sembari melupakan rasa sayangku terhadap Kara.
        Tak bertahan lama, kisahku semakin alot. Rasa nyaman yang ku rasa bersama Ratam mengikis, aku mulai gelisah berada di dekatnya. Aku tersadar hatiku tak sepenuhnya ingin bersamanya. Aku merasa risih akan keberadaannya, terlebih ketika  aku mendengar bahwa pergaulan Ratam semasa SMA brutal dan sering bolos sekolah. Apalagi urusan hati, Ratam terkenal sebagai sosok yang flamboyan dalam menjalin hubungan. Ratam menyadari perubahasan sikap dan kegelisahanku. Ratam tahu bahwa aku tak sepenuhnya menyayanginya layaknya seorang kekasih, aku menjadikannya pelampiasan ketika ku jenuh menunggu seseorang yang tak kunjung datang hingga tepat pada anniversary kami yang ketiga bulan Ratam memutuskan untuk mengakhiri semuanya.
***
        Hari semakin cepat berlalu, tak ada lagi kabar manis yang ku dengar darinya dan aku sempat berfikir tak akan ada lagi cerita tentang aku dan Ratam. Namun setelah terpisah hampir sebulan, aku teringat canda tawa yang pernah menghiasi hariku, entah angin apa yang membuat ku sangat merindukan sosok dirinya. Itu bermula ketika forum seperjuangan kami mulai bersatu, disana ku lihat sosok lain dari Ratam. Ku lihat bagaimana kedewasaannya dalam mengahadapi persoalan dan bagaimana ia menerima sanggahan dari rekan sejawatnya. Sejuta harapan mulai melayang di benakku, kekagumanku mulai tumbuh pada sosok dirinya.
Aku berusaha menghubunginya kembali, mencoba menjalin komunikasi bersamanya. Aku mulai mencari nomor kontak dan menelfonnya beberapa kali. Rasa bersalah muncul di benakku, ketika ku tahu bagaimana ia menerima kembali kehadiranku. Tatapan matanya menunjukkan betapa kecewanya ia terhadapku, namun ia mampu menutupinya dengan sempurna lewat sikap-sikap lembut yang ia tunjukkan terhadapku. Komunikasi terus terjalin, hingga suatu malam kami menghabiskan waktu untuk bercakap-cakap lewat telepon. Canda tawa mengiringi pembicaraan kami malam itu.  Ratam menceritakan seluk beluk kisahnya yang membuat air mata ini tak terbendung mendengar kisah dan semua nasehatnya kepadaku. Aku mulai mengenal sosok yang jauh tersimpan dan tak pernah ku duga sebelumnya. Sosok yang begitu hangat, penuh kelembutan, perhatian, dan penuh kasih sayang jauh berbeda dengan sosok yang ku kenal selama ini. Sejak malam itulah rasa sayang mulai tumbuh bersemi dalam hatiku, rasa takut kehilangan akan sosoknya kian besar. Hubungan kami semakin erat dan bertambah erat, hingga di akhir bulan Januari cerita ini kembali terangkai mengukir kenangan-kenangan indah yang tak terlupakan. Semua cerita buruk yang pernah ku dengar tentangnya kini tak lagi menghantuiku, cerita-cerita yang benar adanya namun Ratam memiliki alasan yang meyakinkanku bahwa ia bukanlah orang yang negatif.
***
        Asmara kami terjalin sangat indah, aroma-aroma cinta mekar merekah diantara kami. Hasrat yang membara menelusup ke dalam sukma warnai jiwa yang pernah kosong. Kelembutan dan kasih sayangnya membawaku terbang melayang, yang membuat kami mabuk dalam  belaian kehidupan. Hingga badai datang menerpa kisah kami, kebahagiaan kami kandas oleh restu orang tua yang kembali menenggelamkan jiwa dalam kesedihan. Bak meriam jatuh hancurkan taman hati menjadi kepingan-kepingan yang tak tersiram kasih sayang. Kamis tepat di hari kelahirannya, ia menceritakan kebingungannya.
Dengan ragu-ragu Ratam mengawali pembicaraan . “Dede, kakak mau ngomong sesuatu boleh?”
“Iya, tentu saja boleh kak…”
“Tapi dede janji, dede gak boleh benci sama kakak, dede gak boleh sedih”
“Iya kak, emang kakak mau bicara tentang apa?”
“…
Ratam tahu betul bagaimana sifatku, ia berbicara dengan sangat perlahan agar tak mengundang kecemasanku, namun sikapmya justru menimbulkan rasa penasaran dalam diriku . 
“Dede beneran sayang sama kakak?”
“Kenapa kakak nanya kaya gitu? Kakak udah gak yakin sama keseriusan aku?”
“Bukan begitu sayang, kakak percaya kok sama dede, percaya banget malah…”
“Lantas kenapa kakak bertanya seperti itu? Apa kakak yang udah gak sayang lagi sama dede”??
“Bukaan gitu sayang, dede yang tahu gimana sayangnya kakak sama dede, dan kakak sama sekali nggak meragukan ketulusan dede, Tapi ..…”
“Tapi kenapa kak…? Jangan bikin dede bingung kaya gini”
“Sebenarnya kakak bingung sayang, seminggu yang lalu kakak ditanya sama orang tua kakak apa kakak sudah punya pacar, kakak jawab belum. Beliau bilang kalau seandainya nanti kakak nyari pacar, usahain jangan anak sekolahan, carilah yang sepadan sama umur kakak. Itu pesan orang tua kakak de. Tapi disisi lain kakak sudah terlanjur milih kamu, kakak juga sudah sayang sama kamu, kakak gak mau pisah sama kamu sayang”
Terpukul mendengar hal itu, bibir ini seolah terkunci tak ingin bicara satu kalimat pun, namun deraian air mata deras mengalir di sudut pipiku. Aku tak bisa membayangkan apa yang akan terjadi esok, karena hatiku terlanjur memilih Ratam. Hatiku terkoyak mendengar hal itu, seluruh tenaga ku hilang, suaraku melemah. Seolah tak ada lagi cahaya yang menyinari ruanganku kala itu, akalku tak dapat berpikir jernih, semua terseret arus gelombang malam hari itu. Di akhir pembicaraan itu Ratam memberiku seuntai kalimat “Jaga baik-baik dirimu Dera, kalau kamu menyayangiku, kakak mohon berjanjilah kamu harus tegar dan kuat tanpa kakak, belajar yang rajin buat orang tuamu bangga, raih cita-citamu. Kakak disini mendoakanmu sayang, kakak akan bangga melihatmu berhasil. Maaf kakak hanya sampai disini bisa menjagamu. Maaf juga atas kesalahan-kesalahan kakak selama kita bersama, ingat pesan-pesan yang pernah beri untukmu, yang baik smpan dan yang buruk buang sayang. Kakak selalu menyayangimu sayang ILYSM Dera”. Kata-kata terakhir yang semakin membuat air mataku mengucur deras.  Dilema menghampiriku di tengah-tengah keputusasaanku, aku mencoba menyemangati diri sendiri, berusaha percaya bahwa masih ada jalan untuk kami tetap bersama. Komunikasi masih terjalin sangat baik, melodi kasih masih menyeruak dalam hati kami. Ku coba untuk mencari hal baru dalam hidupku, meskipun kesedihan itu masih membekas tapi aku tetap tegar seperti yang Ratam inginkan.
***
Keajaiban kembali datang menghampiri membuat Ratam kembali datang menjawab penantian, ketidakpastian, dan keputusasaanku. Ku rasa siraman kasih sayang yang telah lama kunantikan. Tak terlukiskan betapa bahagianya hariku setelah Ratam kembali hadir dalam setiap langkahku. Bagai bunga bermekaran di musim semi menyambut mentari yang baru bangkit dari peraduannya. Canda dan tawa kembali menyulam bibir ini, menyuarakan hati yang terlepas dari raut kesunyian. Namun kebahagiaan ini tak bertahan lama, selang beberapa hari pertentangan yang menguras emosi kembali memisahkan kami. Ketika rasa cemburu datang menghampiri membuat Ratam hilang kendali dan menimbulkan perpecahan yang menggores luka dalam hati. Berawal dari kesalah pahaman yang tak kunjung menemukan titik terang hingga semuanya jatuh tenggelam dalam kegelapan malam, menggugurkan bunga yang sedang merekah dengan indahnya kala itu.
***
Kini yang tersisa hanyalah kenangan, kenangan yang terajut indah yang selalu bangkitkan kesedihanku. Tak ku sangka semua berakhir secepat ini, perjalanan penuh lika-liku. Kisah yang bergelombang hingga berujung pada penantian panjang. Ratam adalah sosok yang mampu menjadi seorang kekasih, sahabat, sekaligus kakak bagiku. Layaknya remaja seusiaku konflik perasaan mewarnai setiap langkah yang kulalui, tebing terjal mengiringi perjalanan ku melewati setiap lekukan kehidupan ini. Terlebih dalam urusan hati. Dalam usia yang rentan terhadap dilema aku berusaha untuk menahan diri agar tak larut dalam emosi yang goyahkan jiwa. Dilema yang diselimuti oleh aroma cinta yang mulai merekah, yang mampu korbankan hasrat membara pada setiap insan yang merasakannya. Menulusup jauh ke dalam sukma hingga seringkali mengancam ketenangan dan kedamaian hati. Namun tanpa disadari konflik perasaan ini sering menjerat diri dalam kenangan dan perasaan hingga dilema hantarkan remaja mengenal hamparan dunia yang kejam ini