AKUNTANSI INTERNASIONAL
PELAPORAN KEUANGAN DAN PERUBAHAN HARGA
Oleh :
KELOMPOK VII
Ni Wayan Ayu Baskarini 1615644012
Ni Wayan Desy Widhi
Utami 1615644041
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam perkembangan ekonomi saat ini telah timbul
berbagai macam adanya inflasi dalam perubahan harga, Inflasi dapat
didefinisikan sangat sederhana sebagai kenaikan tingkat harga rata-rata untuk barang
dan jasa dalam suatu perekonomian. Banyak dari kita sangat menyadari fenomena
ini. Inflasi merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang,
namun kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi inflasi”
untuk memperbaiki penyimpanan dari convensional historical cost accounting yang
memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada pendapatan dan asset.
Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi dalam hal penilaian, unit
pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah penilaian berkaitan dengan dasar
yang harus digunakan untuk mengukur nilai pos pada suatu saat. Masalah unit
pengukur berkaitan dengan perubahan daya beli akibat perubahan tingkat harga
umum. Masalah pemertahanan capital berkaitan dengan pengertian laba sebagai
selisih dua kapital yang harus ditentukan jenisnya; financial atau fisis.
Akuntansi bagi perubahan harga secara khusus
berhubungan erat dengan manajer-manajer perusahaan multinasional karena tingkat
inflasi bervariasi secara substansial antara suatu negara dengan negara
lainnya, sehingga meningkatkan kemungkinan dipengaruhinya pelaporan hasil-hasil
operasi oleh efek-efek distorstif dari inflasi. Pengaruh inflasi terhadap
posisi keuangan dan kinerja perusahaan dapat mengakibatkan tidak efisiennya keputusan
operasional yang dibuat oleh manajer yang tidak mengerti pengaruh dari inflasi
itu sendiri. Dalam kaitannya dengan posisi keuangan, aktiva keuangan seperti
nilai kas akan berkurang nilainya selama inflasi karena menurunnya daya beli.
Konsekuensi-konsekuensi internasional dari inflasi global sangat mengganggu.
Karena inflasi telah mengikis standar kehidupan sekarang ini yang memiliki
penghasilan dan memperumit pengambilan keputusan bisnis secar signifikan,
terjadinya kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan-tekanan ekonomis tidak
di ragukan lagi tidak menyebabkan pergolakan-pergolakan politik yang telah
memberi warna pada politik global dalam kemajuan saat ini.
Pelaporan keuangan merupakan bagian penting dari
perusahaan, pelaporan merupakan bukti pertanggungjawaban perusahaan. Dalam
tinjauan ekonomi makro, terdapat factor-faktor dari eksternal perusahaan yang
mampu mempengaruhi nilai atau aangka dari pelaporan keuangan, seperti perubahan
harga. Perubahan harga adalah hal mutlak yang terjadi dalam suatu Negara yang
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti kebijakan kurs mata uang, kebijakan
pemerintah, dan lain sebagainya. Harga yang mengalami sifat mudah berfluktuasi
memberikan dampak terhadap perusahaan, misalnya harga suatu barang yang ketika
dibeli (histori) mengalami peningkatan ketika hendak dijual sehingga perlunya
penyesuaian agar dapat memperoleh penghasilan yang relevan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan perubahan harga?
2.
Mengapa
Laporan Keuangan dapat menyesatkan pada saat terjadi perubahan harga?
3.
Apa
saja jenis penyesuaian Inflasi yang dapat dilakukan?
4.
Bagaimana
pendekatan akuntansi inflasi di beberapa negara di dunia?
5.
Bagaimana
pandangan IASB terhadap Akuntansi Inflasi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Perubahan Harga
Terdapat 2
istilah dalam perubahan harga yang harus dipahami yaitu:
1.
Perubahan Harga Umum
Terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh barang dan
jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit moneter memperoleh
keuntungan atau mengalami kerugian daya beli. Kenaikan harga secara keseluruhan
disebut sebagai inflasi, sedangkan penurunan harga disebut sebagai deflasi.
2.
Perubahan Harga
Spesifik
Mengacu
pada perubahan dalam harga barang atau jasa tertentu yang disebabkan oleh
perubahan dalam permintaan dan penawaran. Jadi, laju inflasi per tahun dalam
suatu negara mungkin berkisar 5%. Sementara harga satu unit apartemen dengan
satu kamar tidur mungkin meningkat sebesar 50% selama periode yang sama.
B. Alasan Laporan Keuangan Pada Masa
Perubahan Harga Berpotensi Menyesatkan
Selama periode inflasi, nilai aktiva
yang dicatat sebesar biaya akuisisi awalnya jarang mencerminkan nilai
terkininya (yang lebih tinggi). Nilai aset yang dikecilkan mengakibatkan
dikecilkannya pengeluaran dan dibesarkannya laba. Dari sudut pandang
manajemen, keakuratan
pengukuran ini mendistorsi:
·
Proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu
historis,
·
Anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja
·
Data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh inflasi yang
tidak dapat dikendalikan.
Hal-hal tersebut di atas kemudian
menyebabkan laba
:
·
Kenaikan dalam proporsi pajak
·
Permintaan deviden lebih banyak dari pemegang saham
·
Permintaan gaji dan upah yang lebih tinggi dari pada pekerja
·
Tindakan yang merugikan dari Negara tuan rumah (seperti
pengenaan pajak keuntungan yang sangat besar)
Jika
harus mendistribusikan semua laba yang dibesarkan (dalam bentuk pajak, deviden, gaji dan
semacamnnya yang lebih besar) suatu perusahaan mungkin tidak akan memiliki
cukup sumber daya untuk mengganti aset tertentu yang mengalami kenaikan
harga, seperti persediaan, pabrik dan peralatan.
Kegagalan
untuk menyesuaikan data keuangan perusahaan terhadap perubahan dalam daya beli
unit moneter juga menimbulkan kesulitan bagi pembaca laporan keuangan untuk
menginterpretasikan dan membandingkan kinerja operasi perusahaan yang
dilaporkan. Dalam periode inflasi, pendapatan umumnya dinyatakan dalam mata
uang dengan daya beli umum yang lebih rendah (yaitu daya beli perode ini), yang
kemudian diterapkan terhadap beban terkait. Biaya disajikan dalam mata uang
dengan daya beli umum lebih tinggi karena biasanya mencerminkan pemakaian
sumberdaya yang diperoleh di masa lampau (misalnya penyusutan pabrik yang dibeli 10 tahun
silam) ketika daya beli unit moneter lebih tinggi. Mengurangi biaya berdasarkan
daya beli historis dari pendapatan berdasarkan daya beli kini menyebabkan laba
tidak diukur secara akurat.
Prosedur
akuntansi yang konvensional juga mengabaikan keuntungan dan kerugian daya beli
yang timbul dari kepemilikan kas (ekuivalennya) selama periode inflasi. Jika
kita menahan kas selama setahun dengan tingkat inflasi 100%, maka diakhir tahun
kita akan memerlukan dua kali lipat kas untuk menyamai daya beli saldo kas
diawal tahun. Hal ini selanjutnya mempersulit pembaca laporan untuk
membandingkan kinerja bisnis. Oleh karena itu, mengakui pengaruh inflasi secara eksplisit
berguana dilakukan karena :
1. Pengaruh perubahan harga sebagian
bergantung pada transaksi dan keadaan yang dihadapi suatu perusahaan.
2. Mengelola masalah yang timbulkan oleh
perubahan harga tergantung pada pemahaman yang akurat atas masalah tersebut.
3. Laporan dari para menajer mengenai
permasalahan yang disebabkan oleh perubahan hatga lebih mudah dipercaya apabila
kalangan usaha menerbitkan iformasi keuangan yang membahas masalah-masalah
tersebut.
Meskipun laju melambat, akuntansi
perubahan harga tetap berguna karena efek kumulatif inflasi yang rendah dalam
beberapa waktu dapat signifikan. Pengaruh distorsi inflasi masa lalu dapat juga
bertahan selama bertahun-tahun, mengingat umur panjang kebanyakan harta. Disamping
itu, sebagaimana disebutkan sebelumnya, perubahan harga khusus bisa menjadi
signifikan bahkan ketika tingkat harga umum tidak banyak berubah.
C. Jenis Penyesuaian Inflasi
Setiap jenis perubahan harga memiliki pengaruh yang berbeda
terhadap ukuran-ukuran posisi keuangan dan kinerja operasi suatu perusahaan.
1.
Penyesuaian Tingkat
harga Umum
Jumlah mata uang yang disesuaikan terhadap perubahan tingkat
harga umum (daya beli) disebut mata uang konsatan biaya historis atau ekuivalen
daya beli umum. Sebagai contoh, selama periode kenaikan harga, aktiva berumur
panjang yang dilaporkan didalam neraca sebesar biaya akuisisi awalnya
dinyatakan dalam mata uang nominal. Apabila biaya historisnya tersebut
dialokasikan terhadap laba periode kini (dalam bentuk beban depresiasi),
pendapatan, yang mencerminkan daya beli kini, ditandingkan dengan biaya yang
mencerminkan daya beli (yang lebih tinggi) dari periode terdahulu saat aktiva
tersebut dibeli. Oleh sebab itu, jumlah nominal harus disesuaikan untuk
perubahan dalam daya beli umum uang agar dapat ditandingkan secara tepat dengan
transaksi kini.
Perubahan tingkat harga umum diukur dengan indeks tingkat harga
dalam bentuk
dimana p = harga suatu barang tertentu dan q = kuantitas yang
dikonsumsi. Indeks harga merupakan suatu
rasio biaya dimana pembilang / numeratornya adalah biaya dari suatu keranjang
barang dan jasa yang representative dalam tahun berjalan, sedangkan penyebutnya
adalah biaya dari keranjang barang dan jasa yang sama pada tahun dasar. Contoh, jika sebuah
keluarga yang terdiri dari empat orang menghabiskan uang $20.000 untuk membeli
sebuah keranjang barang dan jasa yang representive pada akhir tahun 1 (tahun
dasar – awal tahun 2) dan $22.000 untuk membeli keranjang yang sama setahun
kemudian (awal tahun 3), indeks harga akhir tahun pada tahun 2 adalah
$22.000/$20.000 atau 1,1. Angka ini menujukkan adanya laju inflasi sebesar 10 %
selama tahun 2. Demikian pula halnya, apabila keranjang dalam contoh diatas
$23.500 bagi suatu keluarga yang terdiri dari 4 orang pada tahun 2 kemudian
(akhir tahun 3), maka indeks tingkat harga umum akan menjadi $23.500/$20.000
atau 1,175 yang menunjukkan laju inflasi 17,5 % semenjak tahun dasar. Indeks
untuk tahun dasar adalah $20.000/$20.000 atau 1.
Angka indeks harga digunakan untuk mentraslasikan jumlah yang
dibayarkan selama periode terdahulu menjadi ekuivalen daya beli pada akhir
periode. Metode yang digunakan adalah sebagai berikut :
Dimana :
GPL = indeks harga umum
c = periode kini
td = tanggal transaksi
PPE = ekuivalen daya beli umum
2.
Penyesuaian Biaya Kini
Model biaya kini berbeda dengan akuntansi yang konvesional
dalam dua aspek utama. Pertama, aktiva tetap dinilai berdasarkan biaya kini dan
bukan biaya historis. Kedua, laba adalah jumlah sumber daya yang dapat
didistribusikan oleh perusahaan dalam suatu periode (tanpa memperhitungkan
komponen pajak), namun tetap dapat mempertahankan kapasitas produktif atau
modal fisik perusahaan.
3.
Biaya Kini Yang
Disesuaikan Dengan Tingkat Harga Umum
Model biaya kini yang disesuaikan dengan tingkat harga umum
menggunakan indeks harga umum maupun khusus. Tujuannya adalah untuk
mengungkapkan laba dan aset bersih pada ekuivalen daya beli akhir tahun
perusahaan, untuk melaporkan aset bersih perusahaan
pada biaya kininya dan untuk melaporkan jumlah laba yang menggambarkan kekayaan
bersih setelah pajak. Model ini memiliki ciri khas yakni pengungkapan perubahan
biaya kini dari aset nonmoneter perusahaan setelah dikurangi inflasi untuk
memperlihatkan bagian perubahan nilai aset nonmeneter yang melebihi atau kurang
dari perubahan daya beli umum.
D. Pendekatan Terhadap Akuntansi Inflasi di
Beberapa Negara
1. Amerika Serikat
Pada tahun
1970, FASB mengeluarkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (Statement of
Financial Accounting Standards-SFAS) No. 33 Berjudul ”Pelaporan Keuangan dan
Perubahan Harga”, pernyataan ini mengharuskan perusahaan-perusahaan AS yang
memiliki persediaan dan aktiva tetap yang bernilai lebih dari $125 juta atau
total aktiva lebih dari $1 miliar, untuk selama lima tahun mencoba melakukan
pengungkapan daya beli konstan biaya historis dan daya beli konstan biaya kini.
Pengungkapan ini lebih bersifat melengkapi dan bukan menggantikan biaya
historis sebagai kerangka dasar untuk leporan keuangan utama. Banyak pengguna dan
penyusun informasi keuangan yang telah sesuai dengan
SFAS No.33 menemukan, bahwa:
a. Pengungkapan ganda yang
diwajibkan oleh FSAB membingungkan
b. Biaya untuk penyusunan
pengungkapan ganda ini terlalu besar
c. Pengungkapan daya beli
konstan biaya historis tidak terlalu bermanfaat bila dibandingkan data biaya
kini. FASB menerbitkan panduan (SFAS 89) untuk membantu perusahaan yang
melaporkan pengaruh pernyataan atas harga yang berubah dan menjadi titik awal
untuk standar akuntansi inflasi dimasa depan.
Perusahaan
pelapor didorong untuk mengungkapkan informasi berikut untuk 5 tahun terakhir :
a.
Penjualan bersih dan pendapatan operasi lainnya.
b.
Laba dari operasi yang berjalan berdasarkan
dasar biaya kini.
c.
Keuntungan atau kerugian daya beli (moneter)
atas pos-pos moneter bersih.
d.
Kenaikan atau penurunan dalam biaya kini atau
jumlah yang dapat dipulihkan (yaitu jumlah kas bersih yang diperkirakan akan
dapat dipulihkan melalui penggunaan atau penjualan) yang lebih rendah dari
persediaan atau aktiva tetap, bersih dari inflasi (perubahan tingkat harga
umum).
e.
Setiap agregat penyesuaian translasi
mata uang asing, berdasarkan biaya kini, yang timbul dari proses konsolidasi.
f.
Aktva bersih pada akhir tahun menurut dasar
biaya kini.
g.
Laba per saham (dari operasi berjalan) menurut
dasar biaya kini.
h.
Dividen per saham biasa.
i.
Harga pasar akhir tahun per lembar saham biasa.
j.
Tingkat Indeks Harga Konsumen (Consumer Price
Index-CPI) yang digunakan untuk mengukur laba dari operasi berjalan.
2. Inggris
Komite Standar Akuntans
Inggris (ASC) menerbitkan Pernyataan Standar Praktik Akuntansi 16 (Statement of
Standard Accounting Practice-SSAP 16) “Akuntansi Biaya Kini” untuk masa
percobaan 3 tahun pada bulan Maret 1980. SSAP 16 berbeda dengan SFAS 33 dalam
dua hal utama. Pertama, apabila standar AS mengharuskan akuntansi dolar konstan
dan biaya kini, SSAP 16 mengadopsi hanya metode biaya kini utnuk pelaporan
eksternal. Kedua, apabila penyesuaian inflasi AS berpusat pada laporan laba
rugi, laporan biaya kini di Inggris mewajibkan baik laporan laba rugi dan
neraca biaya kini, beserta catatan penjelasan. Standar di Inggris
memperbolehkan tiga pilihan pelaporan, yaitu :
a. Menyajikan akun-akun biaya
kini sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya historis.
b. Menyajikan akun-akun biaya
historis sebagai laporan keuangan dasar dengan akun-akun pelengkap biaya kini.
c. Menyajkan akun-akun biaya
kini sebagai satu-satunya akun yang dilengkapi dengan informasi biaya historis
yang memadai.
3. Brazil
Inflasi seringkali
merupakan bagian lingkungan usaha yang diterima di Amerika Latin, Eropa Timur,
dan Asia Tenggara. Pengalaman Brazil di masa lalu dengan hiperinflasi membuat
inisiatif akuntansi inflasi bersifat instruktif. Meskipu tidak lagi diwajibkan,
akuntansi inflasi yang direkomendasikan di Brazil hari ini mencerminkan dua
kelompok pilihan pelaporan-Hukum Perusahaan Brazil dan Komisi Pengawas Pasar
Modal Brazil.
Penyesuaian inflasi yang
sesuai dengan hukum perusahaan menyajikan ulang akun-akun aktiva permanen dan
ekuitas pemegang saham dengan menggunakan indeks harga yang diakui oleh
pemerintah federal untuk mengukur devaluasi mata uang lokal. Aktiva permanen
meliputi aktiva tetap, gedung, investasi, beban tangguhan dan depresiasi
terkait, serta akun-akun amortisasi atau deplesi (termasuk setiap provisi
kerugian yang terkait). Akun-akun ekuitas pemegang saham terdiri dari modal,
cadangan pendapatan, cadangan evaluasi dan akun cadangan modal yang digunakan
untuk mencatat penyesuaian tingkat harga terhadap modal.
Penyesuaian inflasi
terhadap aktiva permanen dan ekuitas pemegang saham disajikan bersih terhadap
jumlah lebih yang diungkapkan secara terpisah dalam laba kini sebagai
keuntungan atau kerugian koreksi moneter. Komisi Pasal Modal Brasil mewajibkan
metode akuntansi yang lain untuk perusahaan-perusahaan yang sahamnya
diperdagangkan di depan publik. Perusahaan-perusahaan yang tercatat sahamnya
harus mengukur ulang seluruh transaksi yang terjadi dalam suatu periode dengan
menggunakan mata uang fungsionalnya.
E. Sudut Pandang IASB Terhadap Akuntansi
Inflasi
IASB telah menyimpulkan
bahwa laporan posisi keuangan dan kinerja operasi dalam mata uang lokal menjadi
tidak berarti lagi dalam suatu lingkungan yang mengalami hiperinflasi. Secara
khusus laporan keuangan suatu perusahaan yang melakukan pelaporan dalam mata
uang perekonomian hiperinflasi, apakah didasarkan pada kerangka penilaian biaya
historis atau biaya kini, harus disajikan ulang sesuai dengan daya beli konstan
pada tanggal neraca. Aturan ini juga berlaku untuk angka terkait dalam periode
sebelumnya. Keuntungan atau kerugian daya beli yang terkait dengan posisi
kewajiban atau aktiva moneter bersih dimasukan kedalam laba kini. Perusahaan
yang melakukan pelaporan juga harus mengungkapkan :
- Fakta
bahwa penyajian ulang untuk perubahan dalam daya beli unit pengukuran
telah dilakukan.
- Kerangka
dasar penilaian aktiva yang digunakan dalam laporan keuangan utama yaitu
penilaian biaya historis atau biaya kini.
- Identitas
dan tingkat indeks harga pada tanggal neraca, beserta dengan perubahannya
selama periode pelaporan.
- Laba
atau rugi moneter bersih tahun berjalan.
F. Hal-hal
Terkait Inflasi
Para analis harus
memperhatikan hal-hal berikut saat membaca laporan yang disesuaikan dengan
inflasi:
·
Apakah dolar konstan atau biaya kini yang lebih
mengukur pengaruh inflasi.
·
Perlakuan akuntansi terhadap keuntungan dan
kerugian inflasi.
·
Akuntansi inflasi luar negeri.
·
Menghindari fenomena kejatuhan ganda.
1. Laba dan Rugi Inflasi
Laba atau rugi atas pos-pos moneter di Amerika Serikat ditentukan
dengan menyajikan ulang dalam dolar konstan, saldo awal dan akhir, serta
transaksi dalam, seluruh aktiva dan kewajiban moneter (termasuk utang jangka
panjang). Angka yang dihasilkam diungkapkan sebagai pos terpisah. Perlakuan ini
memeandang keuntungan dan kerugian pos-pos moneter sebagai hal yang berbeda
dari jenis pendapatan yang lain. Di Inggris, keuntungan dan kerugian pos-pos
moneter dipisahkan menjadi modal kerja moneter dan mekanisme penyesuaian.
Pendekatan di Brazil yang tidak lagi diwajibkan, tidak
menyesuaikan aktiva dan kewajiban kini secara eksplisit, karena jumlah-jumlah
ini dinyatakan dalam hal nilai yang dapat direalisasi.
2. Laba dan Rugi Modal
Akuntansi nilai kini membagi total laba menjadi dua kategori,
yaitu laba operasi (perbedaan antara pendapatan kini dan biaya kini sumber daya
yang dikonsumsi) dan keuntungan yang belum direlasisasi yang timbul dari
kepemilikan aktiva non-moneter dengan nilai
pengganti yang meningkat bersamaan dengan inflasi. Kenaikan dalam biaya
penggantian aktiva operasi (yaitu, proyeksi arus kas keluar yang lebih tinggi
untuk mengganti peraltan) bukanlah suatu keuntungan, baik itu direalisasi atau
tidak. Apabila laba berbasis biaya kini mengukur perkiraan kekayaan perusahaan
yang dapat digunakan, maka perubahan biaya kini persediaan, aktiva tetap dan
aktiva operasi lainnya merupakan revaluasi ekuitas pemilik, yang adalah bagian
dari laba yang harus disimpan oleh perusahaan untuk mempertahankan modal fisiknya
(kapasitas produktifnya). Aktiva yang dimiliki untuk spekulasi, seperti lahan
kosong atau surat berharga yang dapat dipasarkan, tidak perlu diganti untuk
mempertahankan kapasitas produktif. Dengan demikian, jika penyesuaian biaya
kini mencakup pos-pos ini, kanaikan atau penurunan ekuivalen biaya (nilai)
kininya (hingga sebesar nilai yang dapat direalisasikan) harus dinyatakan
lengsung dalam laba.
3. Inflasi Asing
Di Amerika serikat, FASB berupaya untuk membahas masalah inflasi
dengan mewajibkan perusahaan pelapor yang besar untuk melakukan eksperimen
dengan pengungkapan daya beli konstan biaya historis dan pengungkapan biaya
kini. FAS 89, yang mendorong (dan bukan lagi mengharuskan) perusahaan untuk
memperhitungkan perubahan harga, masih meninggalkan permasalahan yang masih
belum terselesaikan dalam dua tingkatan. Pertama perusahaan mungkin terus
mempertahankan nilai aktiva nonmoneter berdasarkan biaya historisnya (disajikan
ulang untuk perubahan tingkat harga umum) atau menyajikan ulang berdasarkan
ekuivalen biaya kini. Kedua, perusahaan yang memilih untuk menyediakan data
biaya kini tambahan atas operasi luar negeri memiliki dua metode pilihan dalam
mentranslasikan dan menyajikan ulang akun-akun luar negeri dalam dolar AS.
4. Menghindari Double-Dip
Ketika menyajikan ulang laporan perusahaan yang bertempat di luar
negeri terhadap inflasi di luar negeri, seseorang harus berhati-hati untuk
menghindari apa yang disebut sebagai kejatuhan ganda. Masalah ini muncul karena
inflasi lokal langsung berpengaruh terhadap kurs yang digunakan dalam
translasi. Apabila teori ekonomi mengasumsikan bahwa terdapat hubungan terbalik
antara laju inflasi internal suatu negara dan nilai eksternal mata uangnya,
bukti-bukti menunjukkan bahwa hubungan seperti ini jarang sekali bertahan
(paling tidak dalam jangka pendek). Dengan demikian, ukuran penyesuaian yang
terjadi untuk menghapuskan kejatuhan ganda akan berbeda-beda tergantung pada
sejauh mana kurs dan perbedaan inflasi berhubungan secara negatif.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan materi kami menyimpulkan bahwa perubahan
harga sangat erat kaitannya denga pelaporan keuangan. Seiap perusahaan yang
melakukan transaksi jual beli jasa/barang akan diperhadapkan pada masalah
perubahan harga baik itu inflasi (kenaikan harga)
maupun deflasi(penurunan harga). Perubahan harga menimbulkan perbedaan biaya
dalam suatu asset ataupun nilai dari laba perusahaan. Sehingga metode yang
diterpakan oleh beberapa negara untuk mengakui perubahan harga (akuntansi
inflasi) yakni General Price Level Adjustment (penyesuaian harga umum dan
Current Cost Accounting (biaya saat ini atau terkini). Dengan mengakui
perubahan harga akan memaksimalkan keuntungan dan menghindari perhitungan biaya
depresiasi yang tidak relevan. Pada periode perubahan harga ini laporan
keuangan sangat teramat rentan terhadap resiko penyesatan para penggunanya.
Resiko ini terjadi karena adanya ketidak akuratan pengukuran yang menyebabkan
distorsi pada proyeksi keuangan yang didasarkan pada data seri waktu historis,
anggaran yang menjadi dasar pengukuran kinerja dan data kinerja yang tidak
dapat mengisolasi pengaruh perubahan harga yang tidak dapat dikendalikan.
Resiko tersebut menimbulkan kesulitan para pembaca untuk menginterpretasikan
dan membandingkap laporan keuangan. Terdapa dua jenis metode yang dapat
dilakukan untuk melakukan penyesuaian terhadap inflasi, yaitu (1) akuntansi
untuk laporan keuangan atas perubahan tingkatan harga umum yang disebut sebagai
model daya beli konstan biaya historis, dan (2) akuntansi untuk perubahan harga
khusus yang disebut dengan model biaya kini.