Seragam
Loreng
Aku tak tahu kemana hari esok aku akan
melangkah, sementara malam ini terasa sangat gelap tiada celah tuk temukan
secercah cahaya. Terpuruk dalam dua pilihan yang benar-benar membuat jiwaku
tergoncang seperti berada di tebing yang sangat curam dan tiada tepi untuk ku
berpegangan. Badai kehidupan telah mengusik ketentraman dan ketenangan hatiku.
Lulus dengan peringkat terbaik membuatku sulit tuk menentukan pilihan. Banyak faktor yang harus kupikirkan untuk
memutuskan kemana aku akan melanjutkan studyku. Aku meminta pertimbangan dari
ayah dan ibuku. Ayahku berharap aku bersekolah di sekolah “Bidik Simisi”
sehingga dapat meringakan beban beliau, begitu pula dengan Ibuku yang setuju
dengan pertimbangan yang diajukaan ayah, meskipun tak rela anak perempuan
satu-satunya jauh dari sanak saudara. Namun aku tidak memiliki keinginan untuk
bersekolah jauh dari kampung, terlebih untuk meninggalkan keluarga dan sanak
saudaraku.
Pertentangan hebat pun terjadi, hatiku
berkecambuk menentang setiap ide yang muncul hingga memerlukan proses yang lama
tuk temukan titik terang dalam diriku sendiri. Hingga fajar menyingsing pun aku
tak menemukan ujung dari gejolak ini. Tak sampai disini saja, aku juga
mengalami pertentangan sesama sahabatku demi menemukan solusi dari masalahku
ini. Hingga dengan sangat berat hati aku mengabaikan harapan Ayahku dan kuambil
keputusan hasil dari pertimbangan yang telah kupikirkan matang-matang.
Kuputuskan untuk melepas “Bidik Simisi” dan memilih salah satu sekolah yang
dekat dengan rumahku. Aku tahu keputusan ini mengukir kekecewaan yang begitu
besar dalam benak keluargaku terutama orang tuaku. Awalnya tak ada yang
menerima keputusanku, tak ada yang mempercayai impianku termasuk keluarga,
teman maupun sahabat-sahabatku. Aku melangkah sendirian tanpa restu dan
dukungan siapapun. Semua orang yang melihat mengacuhkanku, memandang sebelah
mata apa yang aku lakukan. Mereka berpikir bagaimana mungkin seseorang yang
bersekolah di SMK mampu menembus Angkatan Seragam Loreng, bukankah lebih baik
apabila bersekolah di sekolah yang pembelanjarannya masih secara umum. Sempat
ku putus asa dan melemahkan keputusanku, tersirat dibenakku betapa hinanya aku
dihadapan mereka, hingga pada suatu hari aku bertemu dengan seseorang yang
berjiwa besar. Aku mengenalnya dari forum kepemudaan daerah, namanya Ratam
seorang pemuda yang bergelut di bidang kesenian. Ia adalah seorang pemuda yang
sangat mencintai gamelan.
Ratam
berhasil membangkitkan semangatku dan ia membantuku untuk mempercayai impianku.
Dengan sepenuh hati dia membimbing dan menasehatiku. Hal itu ia lakukan karena
ia juga pernah merasakan hal yang sama denganku. Ketika ia lulus SMA dan masuk
Institut Kesenian tak ada yang mendukung keputusannya. Ia memotivasi dirinya
sendiri dan berjuang untuk membuktikan bahwa pilihannya tidak salah. Ia
membuktikan bahwa Kerawitan bisa membawa ia dalam kesuksesan. Ia adalah sosok
yang tegar dan kuat, meskipun di tengah-tengah ketidakharmonisan ia mampu maju
dan berkembang melalui hobbynya tersebut. Satu kalimat yang membuat ku
tercengang dan selalu menelusup sanubariku yang selalu bisa hapuskan
kebimbanganku “Bahwa masa depanmu bersamamu, keyakinan dan doamu adalah kekuatan
tuk capai semua citamu disamping restu orang tuamu”.
Dari cerita Ratam lah aku menjadi
terinspirasi dan memiliki tekad yang kuat untuk membuktikan kepada orang-orang
yang selama ini meremehkan pilihanku. Aku mulai menyusun inisiatif untuk
menunjukkan bahwa pilihanku benar dan aku bisa berhasil dengan bersekolah di
Sekolah Menengah Kejuruan. Semangat dan motivasi terus muncul dalam diriku,
Ratam tersenyum melihat hal itu. Ia juga menyarankan agar aku meyankinkan orang
tuaku tentang impianku ini. Dengan semangat yang menggebu-gebu dan jiwa yang
menggelora aku berbicara dan meyakinkan orang tuaku bahwa pilihanku benar dan
tidak ada yang mustahil didunia ini. Akhirnya ayah dan ibuku luluh dan mulai
sepenuh hati mempercayai cita-citaku ini. Langkahku semakin mantap tuk melalui
pendidikan di SMK kemudian wujudkan cita-citaku berbekal restu dari keluarga
terutama ayah dan ibuku begitu pula semangat dan motivasi dari pemuda Kerawitan
tersebut. Tak perduli lagi apa kata orang diluar sana tentang impianku, yang
jelas ini adalah pilihanku dan aku yang menentukan kemana aku akan melangkah.
Aku yakin aku akan selamat walaupun aku berjalan tak searus dengan mereka. Ku
ikuti semua kegiatan di sekolah dengan seksama dan penuh semangat. Semester
demi semester kulalui dengan hasil yang sangat memuaskan bagiku. Di samping itu
aku juga mengikuti kegiatan-kegiatan yang bermanfaat dalam persiapan untuk
mewujudkan cita-citaku. Perlahan namun pasti persiapanku sedikit demi sedikit
semakin matang. Tak lupa ku mengucap syukur atas anugrah Tuhan ini, dan selalu mohon
tuntunan dan perlindungan Beliau.
Tiga tahun hampir berlalu, aku semakin
dekat dengan tujuanku. Tiba waktunya aku mengikuti seleksi. Dengan penuh
semangat aku menyongsong hari yang aku nanti-nanti. Aku mengikuti tes dengan percaya
diri, tak ada keraguan untukku mengikuti seleksi tersebut hingga seleksi tuntas
aku lewati satu persatu. Kini tinggal menunggu hasil tes, aku berdoa dan dengan
harap-harap cemas menunggu hasil tes tersebut keluar. Ketika pengumuman
kelulusan, betapa senangnya hatiku, aku lulus Angkatan seragam Loreng ini dengan
peringkat terbaik. Aku sangat bangga dengan pencapaianku ini, hal ini juga
membuktikan bahwa impian dan keputusanku tiga tahun yang lalu bukanlah keputusan
yang mustahil. Aku bisa mengenakan “Seragam Loreng TNI” perisai Negara
Indonesia dengan lulusan Sekolah Menengah Kejuruan. Semua ini bisa kuraih
berkat keyakinan dan tekad yang kuat disamping motivator ku yang paling berjasa
“Ratam”. Dan yang tak kalah penting perannya adalah doa dan restu dari orang
tuaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Budayakan kedamaian dalam berkomentar :)
Thanks for read guys :*