SENI RUPA
KONTEMPORER
1. Pengertian Seni Rupa Kontemporer
Seni Kontemporer
adalah salah satu cabang seni yang terpengaruh dampak modernisasi. Kontemporer
itu artinya kekinian, modern atau lebih tepatnya adalah sesuatu yang sama
dengan kondisi waktu yang sama atau saat ini. Jadi seni kontemporer adalah seni
yang tidak terikat oleh aturan-aturan zaman dulu dan berkembang sesuai zaman
sekarang atau sebuah
pembebasan secara konsep dan visual dari batasan-batasan yang ada dalam banyak
genre dan isme seni rupa yang kita kenal sekarang.
Istilah kontemporer (berasal dari bahasa Inggris
contemporary) dalam seni rupa dipakai untuk menamai kecendrungan yang
berkembang pada masa mutakhir atau sezaman. Artinya seni rupa kontemporer
memperlihatkan kecendrungan (trend) yang umum terjadi pada waktu yang bersamaan
dan masih merupakan bagian perkembangan seni rupa modern yang rentangan waktunya
panjang. Pada sisi lain ada pula yang berpendapat bahwa seni rupa kontemporer
justru menentang dan menyimpang dari kebiasaan seni rupa modern. Menurut
pandangan Yasraf Amir Piliang pemerhati seni, pengertian seni kontemporer
adalah karya yang secara tematik merefleksikan
situasi waktu yang sedang dilalui. Namun secara awam seni kontemporer dapat
diartikan sebagai berikut :
v
Tiadanya
sekat berbagai disiplin seni atau meleburnya batas-batas antar seni lukis,
patung, grafis, kriya, teater, tari, musik, anarki, omong kosong, hingga
aksipolitik.
v
Punya
gairah dan nafsu moralistik yang berkaitan dengan matra sosial dan politik
sebagai tesis.
v
Seni
yang cenderi diminati massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan sebagai
aktualitas berita fashionable.
2. Sejarah Seni Rupa Kontemporer di Indonesia
Dalam seni rupa Indonesia, istilah kontemporer muncul awal
70-an, ketika Gregorius Sidharta menggunakan istilah kontemporer untuk menamai
pameran seni patung pada waktu itu. Suwarno Wisetrotomo, seorang pengamat seni
rupa, berpendapat bahwa seni rupa kontemporer pada konsep dasar adalah upaya
pembebasan dari kontrak-kontrak penilaian yang sudah baku atau mungkin dianggap
usang.
Konsep modernisasi telah merambah semua bidang seni ke arah
kontemporer ini. Paling menyolok terlihat di bidang tari dan seni lukis. Seni
tari tradisional mulai tersisih dari acara-acara televisi dan hanya ada di
acara yang bersifat upacara atau seremonial saja. Seperti diungkapkan Humas Pasar Tari Kontemporer di Pusat
Latihan Tari (PLT) Sanggar Laksamana Pekanbaru yang tidak hanya diminati para
koreografer tari dalam negeri tetapi juga koreografer tari asing yang berasal
dari luar negeri. Sebanyak 18 koreografer tari baik dari dalam maupun luar
negeri menyatakan siap unjuk kebolehan dalam pasar tari kontemporer tersebut.
"Para koreografer sudah tiba di Pekanbaru, mereka menyatakan siap unjuk
kebolehan dalam pasar tari itu," ujar Humas Pasar Tari Kontemporer,
Yoserizal Zen di Pekanbaru.
Lukisan kontemporer semakin melejit seiring dengan
meningkatnya konsep hunian minimalis, terutama di kota-kota besar. Seperti
diungkapkan oleh seniman lukis kontemporer Saptoadi Nugroho dari galeri Tujuh
Bintang Art Space Yogyakarta, "Lukisan kontemporer semakin diminati
seiring dengan merebaknya konsep perumahan minimalis terutama di kota-kota besar.
Akan sulit diterima bila kita memasang lukisan pemandangan, misalnya sedangkan
interior ruangannya berkonsep modern."
Hal yang senada diungkap oleh kolektor lukisan kontemporer,
"Saya mengoleksi lukisan karena mencintai karya seni. Kalaupun nilainya
naik, itu bonus," kata Oei Hong Djien, kolektor dan kurator lukisan
ternama dari Magelang. Begitu juga Biantoro Santoso, kolektor lukisan sekaligus
pemilik Nadi Gallery. "Saya membeli karena saya suka. Walaupun harganya
tidak naik, tidak masalah," timpalnya.
Oei dan Biantoro tak pernah menjual koleksinya. Oei memilih
untuk memajang lebih dari 1.000 bingkai lukisannya di museum pribadinya.
Karya-karya besar dari Affandi, Basuki Abdullah, Lee Man Fong, Sudjojono,
Hendra Gunawan, dan Widayat terpampang di sana bersama karya-karya pelukis
muda. Pendapat lain dari Yustiono, staf
pengajar FSRD ITB, melihat bahwa seni rupa kontemporer di Indonesia tidak lepas
dari pecahnya isu posmodernisme (akhir 1993 dan awal 1994), yang menyulut
perdebatan dan perbincangan luas baik di seminar-seminar maupun di media massa
pada waktu itu.
3. Ciri-ciri
Seni Rupa Kontemporer
Ciri-ciri seni kontemporer antara lain
sebagai berikut:
-
Tiadanya sekat antara berbagai
disiplin seni, alias meleburnya batas-batas antara seni lukis, patung, grafik, kriya,
teater, musik, anarkis, omong kosong, hingga aksi politik.
-
Konsep penciptaannya tetap berbasis
pada sebuah filosofi, tetapi jangkauan penjabaran visualisasinya tidak
terbatas.
-
Tidak terikat pada pakem-pakem tertentu
dan aturan-aturan zaman dahulu, tetapi berkembang sesuai zaman.
-
Mempunyai gairah dan nafsu moralistic
yang brerkaitan dengan matra sosial dan politik sebagai tesis.
-
Seni
yang cenderung diminati media massa untuk dijadikan komoditas pewacanaan
sebagai aktualitas berita yang fashionable.
-
Mengutamakan jenis seni media baru
seperti instalasi, performance, fotografi, video, seni serat dan menerima seni
kriya dan seni popular.
-
Isu-isu yang diwacanakan seni rupa
kontemporer misalnya : jender, HAM, multikultural, budaya etnik,
lingkungan hidup, buruh migran, diaspora, dan lain-lain.
Adapun perbedaan seni rupa modern dan seni rupa
kontemporer menurut Setiawan Sabana, yaitu :
a)
Seni
Rupa Modern :
-
Memutuskan
rantai dengan tradisi masa lalu, pada masa ini tradisi tidak menjadi perhatian
yang signifikan dan itu dianggap sebagai sesuatu yang tidak perlu diotak-atik
lagi tapi cukup dalam musium saja.
-
Adanya
high art dan low art ( kesenian dianggap adiluhung).
-
Tema-tema
sosial cenderung ditolak.
-
Kurang
memperhatikan budaya lokal.
b) Seni Rupa Kontemporer :
-
Tradisi
diangkat kembali, misalnya tema lebih bebas dan media lebih bebas.
-
Tema-tema
sosial dan politik menjadi hal yang lumrah dalam tema berkarya seni.
-
Berbaurnya
karya seni adiluhung/ high art dan low art.
-
Masa
seni rupa modern kesenian itu abadi maka masa kontemporer kesenian dianggap
kesementaraan.
-
Dulu
ada istilah menara gading sekarang kesenian merakyat, jadi tidak lagi sesuatu
yang perlu/ harus bertahan.
-
Budaya
lokal mulai bahkan menjadi perhatian.
4. Fungsi
dan Tujuan Seni Rupa Kontemporer
-
Memberi warna baru terhadap kebutuhan manusia baik secara
fisik maupun psikis. Fisik, yakni munculnya bentuk bentuk desain arsitektur
yang baru dan desain-desain lainnya seperti alat-alat transportasi, fashion,
dll. Psikis, yakni mengurangi kejenuhan penikmat karya seni, karena muncul
berbagai aliran baru seperti pada seni lukis dan cabang seni lainnya.
-
Meningkatkan popularitas para seniman, karena seni modern
selalu menyertakan nama senimannya pada setiap karya yang diciptakan.
-
Memberikan kemudahan masyarakat, karena banyak
penemuan-penemuan baru dari hasil eksperimen para seniman modern.
5. Seniman
Seni Rupa Kontemporer
a)
Raden Saleh ( Semarang 1807 – 1880 )
Salah
satu Pelukis Maestro Legendaris Indonesia pada era sebelum kemerdekaan, saat
Indonesia masih dijajah Belanda. Raden Saleh merupakan salah satu Pelukis
Maestro Indonesia yang diakui sebagai Pelukis kelas Dunia. Karya-karya
lukisanya merupakan saksi sejarah, banyak menceritakan tentang situasi pada
jaman perjuangan dan kehidupan masyarakat khususnya Jawa. Salah satu karya
lukisanya yang terkenal adalah “Penangkapan Diponegoro”, Raden Saleh juga
mendapat pengahargaan atas talenta karya seninya, sehingga Beliau mendapat
beasiswa dari pemerintah Belanda untuk Studi di Negara Belanda dan
Negara-negara Eropa lainya. Gaya aliran Lukisan saleh adalah gaya Naturalism,
Realism dan Klasik.
Salah satu karya lukisan Raden Saleh
berjudul " Berburu" media lukisan cat minyak diatas canvas, dikoleksi
oleh Museum Mesdag, Belanda.
b)
Affandi ( Cirebon 1907 – 1990 )
Merupakan
salah satu Pelukis Maestro Legendaris Indonesia yang namanya telah mendunia
karena karya-karya lukisan abstraknya yang unik dan berkarakter, dimana gaya
lukisanya tersebut belum pernah ada, atau belum pernah diciptakan oleh pelukis
sebelumya. Gaya aliran Lukisanya merupakan gaya baru dalam aliran lukisan
modern khususnya ekspresionism. Karya-karya Lukisanya banyak mendapatkan
apresiasi dari para pengamat seni baik dari dalam dan luar negeri, beliau aktif
berpameran tunggal di Negara-negara seperti: Inggris, Eropa, Amerika dan India,
pada masa Tahun 1950-an. Affandi
merupakan salah satu Pelukis yang paling produktif, dimana beliau telah
menciptakan lebih dari 2 ribu lukisan selama hidupnya, karyanya telah tersebar
diseluruh pelosok Dunia dan dikoleksi oleh para Kolektor kelas lokal dan Dunia. Gaya aliran Lukisan Affandi adalah
Abstrak yang masuk dalam bagian aliran ekspresionism. Salah satu karya lukisan Affandi
berjudul "Wajah - wajah putra Irian" , media lukisan cat minyak
diatas canvas, ukuran 98cm X 126cm, dibuat tahun 1974.
c)
Basuki Abdullah ( Surakarta 1915 – 1993 )
Pelukis
Maestro Legendaris Indonesia yang lahir di Surakarta, bakat dan talenta
melukisnya yang luar biasa terlihat dari setiap karya Lukisanya, warna-warna
yang terkombinasi matang, kehalusan goresan, kesempurnaan anatomi obyek dan
komposisi obyek. Basuki
Abdullah semasa karirnya sebagai seorang Pelukis Maestro, pernah mengawali
karirnya studi di Belanda, dan mengadakan perjalanan ke Negara-negar Eropa
untuk memperdalam pengetahuanya tentang Seni rupa, diantaranya adalah Negara
Prancis dan Italia, Negara asal dari para Pelukis Maestro kelas Dunia (Picasso,
Leonardo da Vinci, Renoir, Monet, Paul Gaugin, Dll. ). Salah satu prestasinya yang
mengharumkan nama Bangsa Indonesia di mata Dunia adalah kesuksesanya menjuarai
lomba sayembara melukis pada waktu penobatan Ratu Yuliana (Belanda ) pada 6
September 1948, Basuki Abdullah menjadi juara dan berhasil menyingkirkan 87
Pelukis dari Eropa, beliau juga pernah diangkat menjadi Pelukis tetap di Istana
Merdeka, dan karya-karyanya banyak menghiasi ruangan Istana Merdeka. Semasa hidupnya Basuki Abdullah
banyak menerima penghargaan baik dari dalam dan luar Negeri atas Dedikasinya
dalam Dunia seni khususnya Lukisan, gaya aliran Lukisan Basuki Abdullah adalah
Realism dan Naturalism. Salah
satu lukisan Basuk Abdullah berjudul " Diponegoro memimpin pertempuran
" media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 150cm X 120cm, dibuat
tahun 1940.
d)
Hendra Gunawan ( Bandung 1918 – 1983 )
Hendra
Gunawan lahir di Bandung, Jawa Barat pada tahun 1918, dan Wafat di Denpasar,
Bali. 17 Juli 1983. Hendra Gunawan adalah seorang pelukis, penyair, pematung
dan pejuang gerilya. Selama masa mudanya ia bergabung dengan tentara pelajar
dan merupakan anggota aktif dari Poetera (Pusat Tenaga Rakyat) dan organisasi
yang dipimpin oleh Sukarno dan lain-lain. Ia juga aktif dalam Persagi (Asosiasi
Pelukis Indonesia, sebuah organisasi yang didirikan oleh S. Soedjojono dan Agus
Djaya pada tahun 1938. Hendra
Gunawan memiliki komitmen dalam pandangan politiknya, mengabdikan hidupnya
untuk memerangi kemiskinan, ketidak adilan dan kolonialisme. Dia dipenjara di
Kebon Waru atas keterlibatannya di Institut Budaya Populer (Lekra), sebuah
organisasi budaya yang berafiliasi dengan komunis sekarang sudah tidak
berfungsi, Partai Indonesia (PKI). Penahanan Hendra Gunawan selama 13 Tahun
dimulai pada tahun 1965 hingga tahun 1978. Selama di dalam penjara beliau tetap
aktif berkarya membuat lukisan bertema tentang kehidupan masyarakat pedesaan
pada jamanya, seperti: Panen Padi, berjualan buah, kehidupan nelayan, suasana
panggung tari-tarian, dll. Hampir disemua Lukisanya berlatar belakang alam.
Dengan talenta sebagai seorang Pelukis senior dan memiliki karakter karya
Lukisan yang khas, menjadikan namanya masuk dalam daftar Pelukis Maestro
Legendaris ternama Indonesia. Karakter
Lukisan beliau sangat berani dengan ekspresi goresan cat tebal, dan ekspresi
warna kontras apa adanya, karya Lukisanya banyak dikoleksi oleh para kolektor
dalam negeri. Perjalanan Aliran Lukisan karya Hendra Gunawan pada awalnya
adalah realism yang melukiskan tema-tema tentang perjuangan sebelum
kemerdekaan, namun setelah era kemerdekaan, karya-karya lukisan ber metamorfosa
kedalam aliran lukisan ekspresionism, tema-tema lukisanya tentang sisi-sisi
kehidupan masyarakat pedesaan. Salah
satu lukisan karya Hendra Gunawan berjudul " Mencari kutu rambut "
media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 84cm X 65cm, dibuat tahun 1953.
e) S. Sudjono (Kisaran, Sumatera Utara 1913 –
1985)
S.
Sudjojono lahir di Kisaran, Sumatera Utara 14 Desember 1913 , dan wafat
di Jakarta 25 Maret 1985. Soedjojono lahir dari keluarga transmigran asal
Pulau Jawa. Ayahnya, Sindudarmo, adalah mantri kesehatan di perkebunan karet
Kisaran, Sumatera Utara, beristrikan seorang buruh perkebunan. Ia lalu
dijadikan anak angkat oleh seorang guru HIS, Yudhokusumo. Oleh bapak angkat
inilah, Djon (nama panggilannya) diajak ke Jakarta (waktu itu masih bernama
Batavia) pada tahun 1925. Ia menamatkan HIS di Jakarta, lalu melanjutkan SMP di
Bandung, dan menyelesaikan SMA di Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Di
Yogyakarta itulah ia sempat belajar montir sebelum belajar melukis kepada R.M.
Pringadie selama beberapa bulan. Sewaktu di Jakarta, ia belajar kepada pelukis
Jepang, Chioji Yazaki. S.
Sudjojono sempat menjadi guru di Taman Siswa seusai lulus dari Taman Guru di
perguruan yang didirikan oleh Ki Hajar Dewantara itu. Ia ditugaskan oleh Ki
Hajar Dewantara untuk membuka sekolah baru di Rogojampi, Banyuwangi, tahun
1931. Namun ia kemudian memutuskan untuk menjadi pelukis. Pada tahun 1937, ia
ikut pameran bersama pelukis Eropa di Kunstkring Jakarya, Jakarta. Inilah awal
namanya dikenal sebagai pelukis, Pada tahun itu juga ia menjadi pionir
mendirikan Persatuan Ahli Gambar Indonesia (Persagi). Oleh karena itu, masa itu
disebut sebagai tonggak awal seni lukis modern berciri Indonesia. Ia sempat
menjabat sebagai sekretaris dan juru bicara Persagi. Selain sebagai pelukis, ia
juga dikenal sebagai kritikus seni rupa pertama di Indonesia. Lukisanya
memiliki karakter Goresan ekspresif dan sedikit bertekstur, goresan dan sapuan
bagai dituang begitu saja ke kanvas. Pada periode sebelum kemerdekaan, karya lukisan S.Sudjojono
banyak bertema tentang semangat perjuangan rakyat Indonesia dalam mengusir
penjajahan Belanda, namun setelah jaman kemerdekaan kemudian karya Lukisanya
banyak bertema tentang pemandangan Alam, Bunga, aktifitas kehidupan
masayarakat, dan cerita budaya. Salah
satu lukisan karya S. Sudjojono berjudul " Seko (perintis gerilya), media
lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 173,5cm X 194cm.
f)
Popo Iskandar ( Garut, Jawa
Barat 1929 – 2000 )
Sang
Pelukis Maestro ini terkenal dengan ciri khas Lukisan bertema kucing, dilukis
dalam gaya ekspresionism bernuansa minimalis, cat tebal dan bertekstur. Salah
satu alasan Popo Iskandar gemar melukis kucing, seperti yang pernah beliau
ucapkan semasa hidup “ Tabiat kucing variatif, manja, binal dan buas, tapi
penurut. Karena itu saya menyukainya” katanya. Dia juga melukis tema-tema
binatang lainya seperti ayam dan harimau.
Lukisan Popo Iskandar banyak dikoleksi dan sekaligus dijadikan sebagai icon dalam rumah bergaya modern dan minimalis, karya-karya Lukisanya banyak mendapatkan apresiasi dari para pengamat seni, baik dalam dan luar negeri. Salah satu lukisan karya Popo Iskandar berjudul " Kucing mata hijau ", media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 30cm X 40cm.
Lukisan Popo Iskandar banyak dikoleksi dan sekaligus dijadikan sebagai icon dalam rumah bergaya modern dan minimalis, karya-karya Lukisanya banyak mendapatkan apresiasi dari para pengamat seni, baik dalam dan luar negeri. Salah satu lukisan karya Popo Iskandar berjudul " Kucing mata hijau ", media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 30cm X 40cm.
g)
Srihadi Soedarsono ( Solo 1931 )
Pelukis
maestro asal Solo – Jawa Tengah, karya-karya Lukisanya merupakan saksi
perjalanan sejarah yang beliau goreskan sejak jaman kemerdekaan hingga jaman
modern, tema tentang perjuangan, kehidupan, alam dan cinta, semua terkumpul
dalam karya-karya lukisanya, baik dalam sketsa maupun dalam karya lukisan
dengan berbagai media. Srihadi
Soedarsono merupakan alumni ITB Tahun 1959, beliau juga mengenyam pendidikan di
Ohio State University, Amerika Tahun 1960 – 1962. Belaiu pernah
mengajar di ITB dan menjadi ketua Institut Seni Jakarta. Srihadi
Soedarsono termasuk pelukis produktif, yang banyak menciptakan karya-karya
Lukisan berkualitas tinggi, dan sering mengadakan event pameran tunggal baik
dalam dan luar negeri. Karyanya telah banyak dikoleksi kolektor berkelas, dan
hingga saat ini lukisanya masih banyak diburu kolektor baik dalam dan luar
negeri. Gaya aliran lukisan karya Srihadi Soedarsono masuk dalam gaya aliran
lukisan modern kontemporer. Salah satu lukisan karya Srihadi
berjudul " Borobudur II ", media lukisan cat minyak diatas canvas,
ukuran 95cm X 140cm, dibuat tahun 1982.
h)
Joko Pecik ( Grobogan, Jawa Tengah 1938 )
Pernah
mengenyam pendidikan ASRI di Jogja ( Akademi Seni Rupa Indonesia ) yang
sekarang menjadi ISI ( Institut Seni Indonesia ), memiliki gaya dan karakter
Lukisan yang khas, beliau banyak mengkritisi dalam tatanan kehidupan sosial melalui
karya Lukisanya. Perjalanan
hidupnya merupakan petualangan getir menuju kesuksesan, karena kasus LEKRA
beliau dikucilkan dari masyarakat, karya-karya lukisanya tidak dihargai hingga
pada era reformasi beliau mulai menemukan secercah harapan. Karya-karyanya
mulai diapresiasi oleh para pengamat seni, dan beberapa karya Lukisanya yang
bertema “Celeng” mendapat apresiasi yang luar biasa dari para pengamat maupun
para pecinta Lukisan, sehingga karya Lukisan Joko pekik mulai diburu banyak
kolektor dengan harga tinggi. Gaya aliran lukisan karya Joko Pekik masuk dalam
gaya aliran lukisan realisme sosialis. Salah satu lukisan karya Djoko Pekik
berjudul "Berburu celeng" lukisan seharga Rp. 1 Miliar, dibuat tahun
1998.
i)
Jeihan Sukmantoro ( Solo 1938 )
Sebagai
salah satu Pelukis senior dengan karya-karya lukisan figuratifnya yang khas dan
unik, dimana selalu melukiskan figur manusia dengan mata hitam pekat, seolah
mengandung makna dan misteri yang dalam. Kini karya lukisan Jeihan seolah menemukan makna baru dalam
tema yang lebih religius, yang mungkin terinspirasi dari perjalanan Hajinya
beberapa Tahun yang lalu. Lukisan karya Jeihan harganya terus merangkak naik
seiring dengan naiknya kepopuleran nama dan karya-karya Lukisanya. Lukisan
karya Jeihan termasuk dalam gaya aliran lukisan figurative modern. Salah satu
lukisan Jeihan berjudul "Gadis berbaju putih" media lukisan cat
minyak diatas canvas, ukuran 60cm X 49cm, dibuat tahun 1975.
j)
Widayat ( Kutoarjo,
Jawa Tengah 1919 – 2002 )
Salah satu
Pelukis Maestro asal Kutoarjo – Jawa Tengah, sebagian besar karya Lukisanya
bertemakan Flora dan Fauna, terinspirasi dari pengalamanya yang membekas pada
Tahun 1939 saat beliau pernah bekerja sebagai mantri opnamer ( juru ukur ) pada
bidang kehutanan di Palembang selama tiga Tahun, dari pengamatanya tentang
alam, hewan dan tumbuhan selama beliau bekerja itulah yang mengilhami sebagain
besar karya Lukisanya bertema tentang Alam, flora dan fauna dilukis dalam gaya
batik kontemporer. Sang
Pelukis maestro Widayat mengasah talentanya di ASRI ( Akademi Seni Rupa
Indonesia ) Jogja, yang di kemudian hari didaulat untuk mengajar di akademi
seni rupa tersebut. Semasa hidupnya beliau sering mengadakan pameran baik
tunggal ataupun kelompok, di dalam dan luar negeri ( Italy, Kuwait dan
Singapura ). Beberapa penghargaan dibidang seni pernah disandangnya, atas
dedikasinya dalam bidang seni rupa. Salah satu lukisan karya Widajat berjudul " Kucing dan
Ikan ", media lukisan cat minyak diatas canvas, ukuran 58cm X 47cm, dibuat
tahun 1989.
6. Apresiasi karya seni rupa
modern/kontemporer Indonesia
Karya seni
rupa modern/kontemporer di Indonesia beragam bentuk, jenis, dan corak, antara
lain berupa karya seni rupa dua dimensi: seni lukis, grafis, batik, dll; tiga
dimensi: seni patung, keramik, seni instalasi, dll. Dengan kreativitas
masing-masing, para seniman Indonesia menciptakan suatu karya seni rupa sebagai
perwujudan ekspresi jiwanya. Kreativitas
para seniman Indonesia telah meramaikan perkembangan seni rupa di Indonesia.
Munculnya berbagai karya seni rupa menyebabkan terjadinya komunikasi apresiasi
untuk memahami makna yang tersirat di baik karya-karya para seniman Indonesia
tersebut. Apresiasi adalah penghargaan atau penilaian. Apresiasi seni rupa
adalah kegiatan dalam menilai atau memberi penghargaan terhadap karya-karya
seni rupa. Apresiasi terhadap karya-karya seni rupa dapat ditunjukkan dengan
sikap empati berupa ungkapan kata-kata atau tanggapan secara lisan/tertulis.
Beberapa seniman mengkomunikasikan pesan-pesan melalui hasil karyanya dengan cara
vulgar dan mudah dipahami, akan tetapi ada pula yang mengkomunikasikan karyanya
melalui simbol-simbol yang mengandung makna tertentu. Kegiatan
apresiasi dapat digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu:
-
Apresiasi simpatik adalah merasakan
tingkat keindahan suatu karya berdasarkan pengamatan (kasat mata), seperti suka
atau tidak suka.
-
Apresiasi empatik/estetik adalah
merasakan secara mendalam nilai estetik yang tersirat dalam suatu karya,
seperti ada perasaan kagum atau terharu.
-
Apresiasi kritis adalah apresiasi yang
disertai analisis terhadap suatu karya dengan mempertimbangkan gagasan, teknik,
unsur-unsur rupa, dan kaidah-kaidah komposisi seni rupa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Budayakan kedamaian dalam berkomentar :)
Thanks for read guys :*