Rabu, 04 November 2015

Sejarah Desa Abuan dan Desa Serokadan

PENINGGALAN SEJARAH
DI DESA ABUAN

Desa Abuan adalah sebuah desa kecil yang terletak di sebelah selatan  Desa Demulih, Kecamtan Susut. Desa Abuan berjarak kurang lebih 6 kilometer dari Kota Bangli. Desa Abuan terbagi atas 4 wilayah Banjar Dinas dan 3 buah Desa Pekraman yaitu :
Desa Abuan
Banjar Dinas (Dusun)
Desa Pakraman (Adat)
-          Sala
-          Sala
-          Serokadan
-          Serokadan
-          Abuan Kangin
-          Abuan Kauh
-          Abuan

Dalam kaitannya dengan sejarah, Desa Abuan memiliki beberapa catatan sejarah ataupun peninggalan sejarah yang tersebar di 3 Desa Pakraman tersebut. Berikut ini saya akan membahas catatan sejarah ataupun peninggalan sejarah yang terdapat di Desa Pakraman Abuan dan Desa Pakraman Serokadan.
1.      Pura Manik Geni
Menurut sumber yang dapat dipercaya Pura Manik Geni merupakan tempat berstananya (linggih) api yang telah membakar hangus hutan yang kini dikenal dengan sebutan Desa Abuan. Dahulu kala Desa Abuan merupakan hutan belantara. Konon dalam hutan tersebut seorang pendeta perempuan yang sedang melakukan persemedhian. Di tengah persemedhian tersebut muncul sinar suci yang yang kemudian membakar hutan belantara tempat beliau bersemadhi tersebut. Dengan sekejap hutan belantara itu rata dengan tanah tertutup abu bekas pembakaran hutan. Sejak saat itu tanah yang awalnya tertutup abu pembakaran lama-kelamaan semakin subur dan karena kesuburannya banyak orang berbondong-bondong datang ke tanah tersebut untuk bercocok tanam dan menetap di tempat ini. Tanah yang subur membuat tanaman-tanaman tumbuh dengan sangat baik sehingga membuat pertanian berkembang dengan baik dan para petani menikmati hasil yang bertumpah ruah. Oleh karena tempat ini pada waktu itu tertutup abu, masyarakat pada masa itu menyebut tempat ini Abu-an yang kemudian lebih dikenal dengan Abuan.
Ketika hutan hangus terbakar dan tertutup abu, ada satu tempat yang tak pernah berhenti terbakar (apinya tidak pernah padam). Tempat tersebut merupakan tempat pendeta perempuan bersemadhi. Kemudian untuk memperingati atau sebagai sebuah penghormatan dan rasa syukur terhadap Ida Sang Hyang Widhi Wasa atas kesuburan tanah yang telah memberikan penghidupan yang baik kepada masyarakat yang mendiami tempat tersebut, maka didirikanlah sebuah pelinggih di tempat persemedhian pendeta perempuan tersebut. Ketika pembuatan pelinggih tersebut selesai, api yang membakar tempat tersebut perlahan-lahan padam dengan sendirinya. Pelinggih (Pura) tempat berstananya api tersebut sekarang dikenal dengan sebutan Pura Manik Geni.
Pura Manik Geni terletak diantara Kantor Perbekel Abuan dan Balai Banjar Desa Pakraman Abuan. Di Pura Manik Geni terdapat pula Ida Sesuwunan  berupa Barong Landung dengan sebutan Ratu Panji Sakti Manik Gni. (Sumber : Bendesa Pekraman Abuan, Buku Asal Usul Pura Manik Gni, http://blog.isi-dps.ac.id/jrongurahwiratamaputra/sekilas-tentang-desa-abuan-dan-sejarahnya)

2.      Prasasti Srokodan (Sadungan) Tahun Isaka 1246 – 1324 M
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjiYIZeO_KOnI8b3qn4LjmJo6oSBQ-aJPWbhqvcF5dw-rkvRcqk2Cd30-QlJjvijc0vN9hWU_IMl26OBOwDGDC3Dvkon-LOXHzpg1RpnFLWLgN0YxJ-gBy5gNeU1xj-F0Zh_cLAYTPZrdM/s1600/srokodan.jpeg
Dalam salinan lontar Piagem Dukuh Gamongan, berbunyi:
. . . Sri Maha Dewa Lencana, risampun mawerdha pwa sira, metu putra sanunggal, apuspa ta sira Sri Taruna Jaya . . .
Arti Bebas:
. . . Sri Maha Dewa Lencana, setelah tua lahir seorang putra yang bernama Sri Taruna Jaya . . .
Catatan prasasti tembaga di Banjar Srokodan, Perbekel Abuan, Susut, Bangli, dialih aksara dan diterjemahkan oleh Putu Budiastra, disebut prasasti Srokodan (Bhatara Guru), menyebutkan;
Isaka 1246 crawanamasa, tithi dwaci cuklapaksa, ma, wa, bu, waraning madangkungan, irika diwasa adnya Paduka Bhatara Guru kalih putunira sira Paduka Aji Cri Taruna Jaya, dumauh i para senapati umingsor itanda rakyan ri pakiran-kiran i jero makabehan, karuhan mpungku sewasogata resi brahmana, ipingsornya ajnya paduka cri maharaja, ajarn sirakabeh, ri kaditopaya nikanang karaman I Hyang Putih . .
Artinya :
Pada tahun Saka 1246/1324 Masehi bulan crawana, hari ke 12 menuju bulan terang, maulu, wage, buda, wuku medangkungan, pada waktu itulah saatnya Paduka Bhatara Guru serta putra beliau yang bernama Paduka Raja Cri Taruna Jaya, bersabda kepada para senapati untuk dilanjutkan kepada para tanda rakyan yang hadir pada sidang lengkap di istana terutama para Mpu Ciwa Budha para Resi dan Brahmana, adapun isi dan maksud paduka raja bersabda kepada mereka semua, sebab telah mendengar kesusahan desa Hyang Putih sewilayahnya.
Prasati Srokodan yang disebut Sadungan merupakan prasasti Desa Serokadan (Desa Hyang Putih) yang diperintah oleh raja Betara Guri Sri Adi Kunti Kentana beserta dengan cucunya Sri Taruna Jaya yang saat itu mendengar keresahan rakat kemudian menganugrahkan Sang Hyang Raja prasasti di parkiran-kiran I Jro Mekabehan (Mpu Kuturan) yang dihadiri oleh para pemuka masyarakat pada waktu ini, diantaranya : Mpu Ciwa dan Budha, Para Rsi dan Brahmana, tooh Desa Rama kebayan bapan kasal, kabayan nyoman bapan tanaha, kabayan tengah bapan warnasari, kabayan paksanadi nahutin bapan janjan, bahukiwa bapan panedan,  Mpu Pangajyan, Dangarcarya Tkangrangca, Mpungku Tusning Pawitra, Dangacarya Rudrangca, serta Samgat Bhagajawong. Bhisama baginda raja yang merupakan kewajiban dari para penduduk Hyang Putih kepada Bhtara di Candri Manik :
1.      Pada waktu hari ketiga bulan cetra masing-masing harus membayar 2 panusur tulis kulkul dan diterimakan kepada admakmitan api gajih.
2.      Pada bulan cetra hari ketiga belas menuju bulan purnama penduduk harus menghaturkan ulat-latan, beras 10 gunja, beras hitam 5 gunja, beras merah 3 gunja, ayam 5 ekor, itik 5 ekor dan pisang masak 5 sisir.
3.      Penduduk desa Hyang Putih tidak dikenakan pajak tikasan serta pabangkis sebab mereka telah dibebani tanggung jawab melaksanakan upacara untuk Bhatara Candrimanik yang dirayakan tiap purnama bulan cetra.
4.      Disebutkan pula sawah milik paduka Bhatara Candrimanik yang terletak di sebelah selatan Hyang Tapasiddhi yang berjumlah dua tembuku :
-          Satu tembuku di Bhunar
-          Satu tembuku di Ida Ramagantung
5.      Penduduk desa Hyang Putih tidak dikenakan mataruh batu di Vijayapura. Diperkenankan mengadakan sabungan ayam tidak terbatas jumlahnya, tidak uasah minta ijin, tidak boleh dikenai upah taji dan wulang serta tidak boleh diganggu samgat malandang.
6.      Penduduk diperkenankan memelihara itik dan tidak dilarang oleh nayakanjawa
Pada tahun Isaka 1126 atau tahun 1204 M, wafatlah paduka Sri Maharaja Aji Ekajayalancana, dan oleh karena itu segera adik beliau yaitu Adi Kunti Ketana dinobatkan menjadi raja yang berkuasa dan memerintah di Bali, nama penobatan (Abiseka), Bhatara Guru Sri Adi Kunti Ketanayang di dalam pustaka kuna diuraikan sebagai berikut yang artinya kurang lebih : Pada tahun Isaka 1126 (Tahun 1204 M), wafat Paduka Sri Maharaja Aji Ekajayalancana, oleh karena itu segera adik beliau Sang Adi Kunti Ketana dinobatkan menjadi raja dan memerintah pulau Bali, dengan nama penobatan Bhatara Guru Sri Adhikuntiketana, beliau membuat asrama dan parhyangan di daerah Bali dahulu, antara lain di batas selatan Desa Bangli, disana beliau membuat parhyangan yang diberi nama Pura Sumenia, dengan dilengkapi arca (patung) Makaradewi, itu dikenal sebagai upacara Guru Sri Adhikuntiketana bersama permaisurinya dan sebelah selatannya terdapat Goa Mraku, sebagai tempat pertapaan Dalem Bhtara Guru, entah berapa lama Dalem Bhtara Guru bertahta sebagai raja di Bali, lalu beliau berputra 2 orang kembar buncing ( seorang laki dan seorang perempuan) yang laki bernama Sang Dana Dirajaketana dan yang wanita bernama Sang Dana Dewi Ketu, sesudah wafat Bhatara Guru Adi Kuntiketana jenazahnya dicandikan di Candi Manik di daerah Hyang Putih di Serokadan. Demikian disebut mengenai raja Adhikuntiketana yang pernah memerintah di Pulau Bali pada jaman dahulu (Dikutip dari terjemahan ALIH AKSARA LONTAR tahun 2000 “Tutur Bhuwana Tatwa” olih I Dewa Made Mangku Pucak).
Sumber Prasasti serokadan :  http://dodhesurya.blogspot.co.id/search/label/Sejarah%20Desa%20Serokadan%20bangli, https://madejanna.wordpress.com/category/sejarah/, http://suryamuliawan.blogspot.co.id/2011/12/serokadan-desa-kuno.html, Kelian Banjar Dinas Serokadan, Terjemahan ALIH AKSARA LONTAR tahun 2000 “Tutur Bhuwana Tatwa” olih I Dewa Made Mangku Pucak).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Budayakan kedamaian dalam berkomentar :)
Thanks for read guys :*